Duh! Mita Palsukan NIK Demi Nikah Sejenis dengan Sang Kekasih, Dukcapil: Pelaku Dapat Diancam 6 Tahun Penjara

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyebutkan bahwa pelaku pernikahan sesama jenis dari mempelai perempuan dengan nama Mita ternyata memalsukan identitas data kependudukan.

Duh! Mita Palsukan NIK Demi Nikah Sejenis dengan Sang Kekasih, Dukcapil: Pelaku Dapat Diancam 6 Tahun Penjara
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Mataram Chaerul Anwar di Mataram. (IST/

BRITO.ID, BERITA MATARAM - Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyebutkan bahwa pelaku pernikahan sesama jenis dari mempelai perempuan dengan nama Mita ternyata memalsukan identitas data kependudukan.

"Dari hasil penelusuran petugas kami, nomor induk kependudukan (NIK) yang digunakan oleh Mita di KTP palsunya adalah milik seorang warga bernama Dedi Irawan yang bertempat tinggal di Cakranegara," kata Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Mataram Chaerul Anwar di Mataram, Jumat (12/6).

Pernyataan itu disampaikan menyikapi pernikahan sesama jenis yang dilakukan oleh seorang warga Desa Gelogor, Kabupaten Lombok Barat, dengan warga Kelurahan Pejarakan, Kota Mataram, yang masih terus diusut, salah satunya terkait data kependudukan mempelai perempuan.

Selain itu, lanjut Chaerul, dalam kartu keluarga (KK) miliknya, tidak ada tertera nama Mita, melainkan Sunardi sehingga kemungkinan besar, KTP yang dimiliki oleh Mita bukan KTP elektronik melainkan manual.

"Ini artinya, Mita memalsukan data kependudukan miliknya. Di KK Sunardi, sangat mungkin dicetak secara manual. Ini pemalsuan identitas," katanya.

Dikatakan, salah satu indikator pembeda antara KTP perempuan dan laki–laki yaitu warna latar foto, di mana KTP untuk laki–laki memiliki latar foto berwarna biru dan perempuan warna merah.

Chaerul menambahkan, saat ini kasus tersebut masih dalam penyelidikan aparat kepolisian. Atas tindakan yang dilakukan Mita, maka pelaku akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

"Berdasarkan Undang–undang, pemalsuan data kependudukan diancam hukuman 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp50 juta," katanya.

Sumber: Antara
Editor: Ari