MENANTI DEBAT UNTUK RAKYAT

BRITO.ID, BERITA JAKARTA - Debat antarcalon presiden dan wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2019 yang pertama akan dihelat oleh Komisi Pemilihan Umum pada 17 Januari 2019.
Debat perdana itu akan menjadi oase dalam kekeringan kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang telah berlangsung sejak 23 September 2018.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia debat dimaknai pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.
Debat merupakan salah satu metode kampanye yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
Dalam pasal 277 ayat 1 dinyatakan debat berlangsung selama lima kali dan disiarkan secara luas melalui media elektronik.
Debat menjadi sarana dalam menyampaikan visi dan misi, program kerja dan juga pandangan dalam mengatasi masalah-masalah yang berkembang di masyarakat.
Lebih lanjut debat diatur dalam Peraturan KPU Nomor 23/2018 tentang Kampanye Pemilu.
Dalam debat kali ini, tema yang akan diangkat hukum, korupsi, hak asasi manusia dan terorisme.
Lima panelis telah disepakati bersama antara KPU dan tim sukses kedua pasangan calon. Kelimanya akan berupaya untuk mengeksplorasi visi, misi, program, dan pandangan pasangan calon.
Mereka adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Lelaki kelahiran 23 November 1965 yang meraih gelar doktor (S3) dari Universitas Nottingham, Inggris, pada 1997 saat usia 32 tahun.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan spesialisasi hukum internasional tersebut, dinobatkan menjadi guru besar pada usia 40 tahun.
Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan. Pria kelahiran Lampung 1941 merupakan panelis paling senior di antara panelis lainnya.
Kiprah lelaki yang menyelesaikan pendidikan pascasarajana di Universitas Southern Methodist, Dallas, Amerika Serikat, jurusan hukum tersebut, sangat beragam.
Selain pernah menjadi Ketua MA selama dua periode (2001-2008), Bagir Manan juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pers selama dua periode (2010-2016).
Lelaki dengan spesialisasasi hukum tata negara tersebut, juga pernah menjabat anggota DPRD Bandung hanya setahun.
Selain itu, lelaki yang meraih gelar doktor di Universitas Padjajaran itu, juga pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Bandung.
Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menjadi satu-satunya srikandi dalam tim panelis. Perempuan kelahiran 5 Oktober 1974 tersebut, menyelesaikan studi pascasarjana di Universitas Warwick, Inggris.
Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan tersebut menyelesaikan jejang doktor di Universitas Washington, Amerika Serikat.
Selanjutnya, Ahli Hukum Tata Negara Margarito Kamis. Margarito yang berasal dari Ternate itu, merupakan orang pertama dari daerahanya yang meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia.
Pengajar di Universitas Khairun Ternate tersebut, selama beberapa tahun ini malang melintang di layar kaca sebagai pakar hukum tata negara, juga seringkali sebagai saksi ahli di peradilan.
Menyelesaikan sarjana di Universitas Khairun Ternate di bawah bimbingan mantan Jaksa Agung Baharuddin Lopa, Margarito melanjutkan jenjang pascasarjana di Universitas Hasanuddin Makassar.
Terakhir, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik. Ia lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Dosen di Universitas Sumatera Utara (USU) tersebut, menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Universitasa Essex Inggris.
Lelaki kelahiran 29 Juni 1965 itu dikenal sebagai aktivis HAM, utamanya terkait dengan hak anak. Ahmad Taufan pernah mewakili Indonesia menjadi komisioner di Komisi Badan Promosi dan Perlindungan Hak Asasi Perempuan dan Anak ASEAN (ACWC) pada 2010-2013.
Sebelumnya, masih ada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo. Namun, Agus Rahardjo menyampaikan tidak akan datang dalam acara debat pada 17 Januari 2019.
Agus beralasan tidak ingin terkesan ditarik-tarik ke wilayah politik.
KPU juga telah menetapkan moderator dalam debat perdana tersebut, adalah pembawa acara senior Ira Koesno dan Imam Priyono. Menyita Perhatian Debat perdana saat ini menyita banyak perhatian. Bahkan, sejumlah isu memanas menjelang debat.
Keputusan KPU atas kesepakatan bersama tim sukses kedua pasangan calon untuk memberikan sejumlah kisi-kisi soal dari panelis untuk peserta debat memicu kontroversi.
Sejumlah pihak menyanyangkan metode tersebut, karena dianggap tidak menunjukkan kemampuan menjawab pertayaan.
Menurut komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowy, pemberian kisi-kisi tersebut kesepakatan bersama KPU dan dua tim sukses pasangan calon.
Upaya tersebut guna membuat debat lebih mengedepankan penyampaian gagasan dibandingkan dengan pertunjukan.
Pemberian kisi-kisi tersebut untuk memberikan kesempatan kepada pasangan calon menguraikan gagasan secara jelas dan menjelaskan dengan lebih baik tentang visi, misi, dan programnya.
Dengan demikian, menurut dia, hal ini mengembalikan debat kepada khitahnya, sebagai salah satu metode kampanye.
Namun demikian, ia juga menyampaikan, kisi-kisi soal debat tersebut, tidak berarti semua pertanyaan diberikan kepada pasangan calon.
KPU menyadari bahwa debat tersbeut juga disebarluaskan melalui televisi, sehingga kemampuan calon juga harus diperlihatkan.
Untuk itu, soal-soal yang diberikan tidak sepenuhnya terbuka. KPU mengombinasikan metode setengah terbuka dan tertutup. Untuk setiap segmen, KPU menggunakan metode setengah tertutup, yakni masing-masing pasangan calon diberikan lima soal yang sama dan masing-masing pasangan calon akan diundi untuk mengambil salah satu di antara lima soal itu.
Kedua, dalam salah satu segmen KPU juga menerapkan metode pertanyaan tertutup, yakni antarpasangan calon bisa saling mengajukan pertanyaan. Tentu pertanyaan yang sifatnya rahasia. Namun tidak boleh keluar dari tema utama hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Namun demikian, apapun bentuknya, debat saat ini dinanti oleh masyarakat, untuk mengetahui visi, misi, dan program pasangan calon, setelah empat bulan masa kampanye yang penuh dengan pernyataan-pernyataan tidak produktif. (RED)