2 Pesantren di Provinsi Jambi Mendapat bantuan Guru dari Al-Azhar Mesir

BRITO.ID, BERITA JAMBI - Untuk memotivasi dan meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya Bahasa Arab, Tarbiyah Islamiyah dan Al-Qur’an Pesantren di Indonesia, Kementerian Agama Republik Indonesia menjalin kerjasama dengan Al-Azhar Asy Syarif Mesir.
Direktur Pendidikan Diniyyah Al-Azhar Indonesia Ust H M. Hafizh El-Yusufi, MM bersama Menteri Agama RI Prof KH Nashiruddin Umar. (Dok)
Kerjasama program mab'uts Kementerian Agama dengan Al-Azhar Asy-Syarif Mesir sudah dimulai sejak tahun 1999. Kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Agama RI dan Al-Azhar Mesir pada tanggal 17 September 1999.
Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam di Indonesia, khususnya dalam bidang tafaqquh fiddin (mendalami ilmu agama) dan ilmu bahasa Arab dengan mengambil inspirasi dari Al-Azhar.
Pada Tahun ini Al-Azhar As Syarif Mesir mengirimkan sebanyak 505 Ulamanya untuk berdakwah dan mengajar di berbagai negara dan 36 diantaranya dikirim ke Indonesia. Kedatangan 36 Mab’uts (utusan) dari Al-Azhar Mesir ini disebar ke 36 Pesantren pilihan di Indonesia. Syukur Alhamdulillah 2 pondok pesantren di Provinsi Jambi terpilih mendapatkan bantuan mab’uts dari Al-Azhar Mesir yaitu Pondok Pesantren Diniyyah Al-Azhar Muara Bungo dan Pondok Pesantren Salafiyah Al Kahfi Kerinci.
Kedatangan 36 Mab’uts disambut langsung oleh Menteri Agama Republik Indonesia Prof. Dr. H. Nasarudin Umar bertempat di Ruang Pertemuan Kantor Kementerian Agama RI. Menteri Agama RI menyambut baik kedatangan Mab’uts dan menyampaikan bahwa Mesir dan Indonesia memiliki hubungan erat sejak lama, banyak santri Indonesia yang menimba ilmu di Al-Azhar Mesir. Fikroh dan manhaj Al-Azhar memiliki kesamaan dengan fikroh kebanyakan ulama di Indonesia. Al-Azhar membawa pesan damai dengan manhaj wasathiyah (moderat).
Manhaj Wasathiyah Al-Azhar ialah pendekatan Islam yang menekankan keseimbangan, keadilan dan moderasi dalam menjalani ajaran agama. Konsep ini mengadopsi jalan tengah antara ekstremisme dan liberalisme, serta menolak sikap-sikap yang kaku dan tertutup dalam memahami ajaran Islam. Konsep ini juga menolak pemahaman agama yang sempit dan tekstual (bayani) tanpa mempertimbangkan konteks dan hikmah yang terkandung dalam ajaran Islam.
Wasathiyah juga menolak pemahaman agama yang terlalu liberal dan mengabaikan nilai-nilai dasar Islam. Manhaj ini tentu sangat tepat diterapkan di Indonesia agar terus terjaganya rukun dan damai baik di Internal ummat Islam maupun antar ummat beragama yang diakui di Indonesia lainnya seperti: Katholik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu.
Dengan kedatangan Mab’uts ini besar harapan kwalitas pendidikan khususnya di bidang Bahasa arab, Tarbiyah islamiyah dan Al-Qur’an di Indonesia semakin berkembang pesat dan semakin banyak melahirkan ulama-ulama dan pemimpin-pimimpin di masa yang akan datang.
(Redaksi)