Innalillahi! Pemain Bola Legendaris Muarojambi Bujang Nasril Tutup Usia

Dunia olahraga Muarojambi berduka. Bujang Nasril, pemain bola legendaris Muarojambi yang pernah membawa harum nama Muarojambi hingga ke kancah Nasional tutup usia. Beliau dikabarkan meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Kota Jambi malam ini sekitar pukul 21.00 WIB. Kabar meninggalnya Bujang Nasril ini juga turut dibenarkan Para Hila, Ketua KONI Muarojambi.

Innalillahi! Pemain Bola Legendaris Muarojambi Bujang Nasril Tutup Usia
Bujang Nasril (istimewa/brito.id)

BRITO.ID, BERITA MUAROJAMBI - Dunia olahraga Muarojambi berduka. Bujang Nasril, pemain bola legendaris Muarojambi yang pernah membawa harum nama Muarojambi hingga ke kancah Nasional tutup usia.

Beliau dikabarkan meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Kota Jambi malam ini Selasa (27/7) sekitar pukul 21.00 WIB. Kabar meninggalnya Bujang Nasril ini juga turut dibenarkan Para Hila, Ketua KONI Muarojambi.

"Iya benar tadi saya dapat kabar kalau beliau meninggal malam ini sekitar jam 9-an tadi di salah satu rumah sakit di Jambi," kata Pata Hila.

Kata Pata Hila, sosok Bujang Nasril merupakan sosok yang sangat concern memajukan dunia sepakbola. Mulai dari aktif sebagai pemain sepakbola profesional, hingga di akhir hidupnya mengabdikan dirinya menjadi pelatih dan mendidim anak-anak Muarojambi agar atraktif bermain sepakbola.

"Beliau kabarnya terkena stroke. Beliau ini satu leting sama pemain lainnya yang pernah mengharumkan nama Jambi seperti M. Jhon dan Marseli Tambayong," kata Pata Hila.

Selaku Ketua KONI Muarojambi eliau mengucapkan turut berduka cita. Selain rasa duka cita mendalam, Beliau juga menyampaikan permintaan maaf untuk almarhum apabila semasa hidupnya pernah berbuat salah.

"Semoga almarhum Husnul Khatimah dan dilapangkan kuburnya. Kami juga memohon maaf atas nama keluarga almarhum jikalau semasa hidupnya beliau pernah membuat kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja," kata Pata Hila.

Dikutip dari Koran.Tempo.co terbitan edisi 20 Mei 2007, sekuel hidup sang legenda bola itu berujung pada setumpuk besi, terpal, dan kursi plastik. Pada gudang berukuran 4 x 5 meter yang berisi peralatan pesta itulah hidup Bujang Nasril bergantung. Siapa sangka salah satu pemain bola top Indonesia angkatan Herry Kiswanto itu menyerahkan separuh hidupnya pada bisnis penyewaan alat-alat pesta.

"Inilah mata air kehidupan keluarga saya," kata Bujang kepada Tempo sembari menunjuk gudang kecil di samping rumah mungilnya yang bercat kuning telur di Kelurahan Talangbanjar, Kecamatan Jambitimur, Kota Jambi.

Usaha tenda yang ditekuninya hingga sekarang awalnya hanya coba-coba. Namun, dengan penuh kegigihan dan kesabaran, akhirnya usaha itu membuahkan hasil. "Keberhasilan itu," menurut Bujang, "karena saya punya banyak teman."

Namun, tetap saja pemain bola adalah pemain bola seumur hidup. Bujang tak bisa mengubur keinginannya untuk terus bermain bola. Aroma rumput yang segar, lapangan yang menyejukkan mata, bola, dan teman-temannya selalu saja memanggil-manggil naluri sepak bolanya.

"Meski (bisnis) sudah terasa cukup, saya tidak akan meninggalkan sepak bola," kata Bujang.

Bujang adalah benteng yang kukuh. Lelaki kelahiran Jambi, 7 Maret 1959, itu tak akan pernah memberi sejengkal tanah pun bagi lawan.

"Ia (Bujang) tak kenal kompromi," kata Herry.

Karier bolanya mulai bergulir deras saat bergabung dengan klub Jaka Utama. Ini adalah klub Galatama yang bermarkas di Lampung pada 1979.

Di tangan pelatih Jaka Utama, Yakob Sihasale, Bujang akhirnya benar-benar jadi legenda pemain sepak bola. Tapi, menurut Bujang, itu tak dia peroleh dengan mudah. Dia menjadi pemain cadangan selama satu tahun. "Saya berjuang satu tahun untuk menjadi pemain utama," kata Bujang.

Setelah tiga tahun bermain untuk Jaka Utama, Bujang pindah ke Yanita Utama Bogor. Klub lamanya di Lampung bubar. Di sini pun dia hanya bertahan empat tahun karena lagi-lagi klub itu bubar. Setelah itu Bujang bermain untuk klub Kramayudha Tiga Berlian.

Di Krama Yudha Tiga Berlian, klub milik Syarnubi Said, itu, Bujang mulai dekat dengan nama-nama pemain yang kelak menjadi legenda, sebut saja Herry Kiswanto. "Saya sangat mengagumi Herry Kiswanto, selain Subangkit, Mundari Karya, dan Bambang Narto," kata Bujang. Di klub inilah akhir kariernya sebagai pemain bola.

Setelah hampir 20 tahun Bujang berkiprah di lapangan hijau, baik di klub maupun tim nasional, ia pun gantung sepatu. Pilihannya bulat: kembali ke tanah kelahirannya, Jambi, untuk menjadi pelatih. "Saya kembali ke Jambi untuk membangun Jambi lewat sepak bola," kata lelaki yang dikenal punya motivasi kuat itu.

Gayung pun bersambut. Pemerintah Daerah Jambi memberinya tempat, sekalipun dalam bentuk lapangan bola. Bujang pun mendapat tawaran menjadi pegawai negeri yang kemudian ia berikan kepada istrinya, yang kini bekerja di kantor Wali Kota Jambi.

Kehadiran Bujang di klub-klub sepak bola di Provinsi Jambi mulai terlihat hasilnya. Dua klub yang ia tukangi, PS Jambi dan PS Bungo, kini berada di Divisi II PSSI.

Penulis: Romi R
Editor: Ari