Ratusan Petani Jambi Unjuk Rasa Tolak RUU Pertanahan

BRITO.ID, BERITA JAMBI - Ratusan masyarakat yang mengatasnamakan Serikat Petani Indonesia (SPI) melaksanakan unjuk rasa Senin, (23/9/2019).
Aksi itu merupakan bentuk penolakan terhadap RUU Pertanahan yang saat ini tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bersama pemerintah.
Dalam aksinya Ketua SPI Sarwadi menyampaikan bahwa dengan disahkannya RUU Pertanahan dapat mengancam petani yang ada di Indonesia.
Selain itu, pihaknya berpandangan RUU a-quo harus memuat prinsip-prinsip keadilan agaria sebagaimana tertuang di dalam penjelasan umum UUPA 1960, yakni asas kenasionalan, hak menguasai negara, pengakuan terhadap hak ulayat dan hak masyarakat hukum adat, fungsi sosial hak atas tanah. Juga hubungan antara warga negara dengan tanah serta larangan terhadap kepemilikan warga negara asing atas tanah, kesamaan hak atas tanah bagi pria maupun wanita, pelaksanaan land reform dan perencanaan dalam peruntukan, penguasaan, pemilikan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Lanjutnya, dalam konstitusi dan UUPA 1960 juga memandatkan bahwa tanah harus dikuasai negara dan dikelola oleh rakyat dengan cara-cara koperasi yang bersifat kekeluargaan untuk mencegah pemusatan, penguasaan dan kepemilikan tanah.
"Tanah menjadi fondasi ekonomi rakyat, terutama bagi keluarga petani sebagai aktor utama dalam mewajudkan kedaulatan pangan dan kepentingan ekonomi strategis lainnya," ujarnya.
Pantauan BRITO.ID, masa yang tak puas dengan orasi di Simpang IV Bank Indonesia, bergerak menuju Kantor Gubernur Jambi.
RUU a-quo tidak boleh menempatkan perusahaan besar sebagai aktor yang menguasai dan mengolah tanah dalam skala besar sebagai basis ekonominya.
Perusahaan harus lebih memusatkan kegiatan usaha pada pengembangan teknologi untuk industri olahan atau hilirisasi hasil pertanian. Hal ini juga selaras dengan tantangan ekonomi saat ini dan di masa yang akan datang baik didalam negeri maupun ditingkat global.
Bagi SPI RUU a-quo ini harus menjadi bagian untuk memperkuat kemauan politik dari pemerintahan Joko Widodo dalam mengatasi ketimpangan panguasaan dan kepemilikan tanah.
"Hal ini mengingat angka rasio gini ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah dari tahun ke tahun yang masih timpang. RUU a quo pada dasarnya juga harus menguatkan peraturan-peraturan yang sudah dikeluarkan berkaitan dengan pelaksanaan reforma agraria, seperti Peraturan Presiden No. 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah di Kawasan Hutan dan Peraturan Presiden No. 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria," terangnya.
Untuk itu pihaknya menuntut pemerintah untuk segera menyetop perpanjangan HGU PT BKC, batalkan RUU Pertanahan. Kemudian hentikan perampasan tanah dan penggusuran kebun petani oleh PT LAJ, cabut konsesi PT REKI, distribusikan tanah tora Desa Suka Maju, Rantau Karya, Kota Baru yang dicaplok oleh PT Kaswari Unggul, cabut UU P3H, libatkan petani langsung dalam gugus tugas reforma agraria dan IP4T Jambi.
Selanjutnya, distribusikan tanah tol Desa Tarikan kepada yang berhak, bagikan tanah warga Desa Betung dan Lonrang. Kemudian tegakkan batas Kota Jambi dengan Kabupaten Muaro Jambi khususnya antara Desa Kasang Pudak dengan Kelurahan Eka Jaya. (Red)
Reporter : Deni S