Bisnis Digital Butuh Dukungan Infrastruktur Memadai
BRITO.ID, BERITA JAKARTA - Ekonomi digital tidak akan berjalan baik tanpa adanya dukungan infratruktur yang memadai, termasuk di dalamnya masalah pengelolaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.
"Digital economy tidak akan jalan kalau tidak ada infrastruktur yang baik. Kemudian bagaimana standing regulation pemerintah agar bisa tercipta infrastruktur yang baik, merata, di seluruh Tanah Air," kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI), Kemkominfo, dalam sosialisasi hukum bidang telekomunikasi di Denpasar, Bali, belum lama ini sebagaimana dikutip siaran pers, Sabtu (10/11).
Menurut Ismail, selain infrastruktur fisik seperti jaringan kabel optik dan base transceiver station (BTS), spektrum frekuensi radio dan orbit satelit juga harus dikelola dengan baik agar tercipta ekosistem ekonomi digital yang baik pula di Indonesia.
Guna mendukung pembangunan infratruktur telekomunikasi yang baik, menurut Ismail, diperlukan pendekatan regulasi dan hukum yang berbeda-beda, baik dalam hal infrastruktur itu sendiri, maupun pada layer berikutnya yakni aplikasi dan konten, selain SDM, perangkat, dan standardisasi.
Dalam infrastruktur ada elemen spektrum frekuensi radio dan orbit satelit. "Ini dua sumber daya alam yang punya value, punya nilai rupiah dalam penggunaannya, dan tentu harus dikelola dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," jelas Ismail.
Ditjen SDPPI sebagai pengelola frekuensi, menurut Ismail, telah berhasil menghimpun PNBP hingga sekitar Rp19 triliun setahun dan nomor dua terbesar setelah sektor minyak dan gas.
"Jadi bagaimana kita mengelola PNBP ini agar transparan, adil, maka kita punya aturannya, peraturan menterinya, dalam konteks menjaga infratruktur bisa tersedia dengan baik." Dalam mendukung tumbuhnya ekonomi digital di Indonesia, lanjut Ismail, setidaknya ada tiga building block yang harus disediakan dengan baik, yakni infrastruktur, kemudian aplikasi, dan ketiga konten, dimana ketiganya membutuhkan pendekatan regulasi yang berbeda-beda.
Berbeda dengan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan lain-lain, infrastruktur telekomunikasi dibangun oleh pelaku usaha seperti Telkom, Indosat, dan operator-operator lainnya melalui investasi.
Karena dibangun oleh pelaku usaha, kata Ismail, maka dalam pembangunannya pada pelaku usaha itu mengharapkan return of investment (pengembalian investasi), sehingga akibatnya mereka hanya membangun di wilayah-wilayah yang menguntungkan saja.
Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan regulasi yang berbeda dalam pembangunan infrasturktur ini agar infrastruktur juga menjangkau ke daerah-daerah pelosok di Indonesia.
"Makanya kita (Kemkominfo) membangun BLU (Badan Layanan Umum) baru BAKTI untuk menjembatani penyelesaikan berbagai masalah itu, pemerintah membangun backbone agar operator bisa membangun pada sisi infrastruktur jaringannya saja," jelas Ismail.
Sementara Plt Direktur Pengendalian, Ditjen SDPPI, Nurhaedah, dalam sosialisasi ini memaparkan mengenai pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Dalam periode 2017 hingga sepanjang 2018, Ditjen SDPPI telah menangani penegakan hukum bidang telekomunikasi sebanyak 1.868 kasus, dengan 1.774 kasus diterbitkan peringatan (non pro justitia), 78 kasus dengan tindakan segel, dan 16 kasus dengan tindakan penyitaan.
Dalam penegakan hukum bidang telekomunikasi ini, Ditjen SDPPI didukung dengan 269 Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan mereka telah menyelesaikan 16 kasus hingga P.21, 16 kasus sudah mendapatkan putusan pengadilan, dengan vonis denda bahkan kurungan penjara bagi pelakunya.
Direktur Operasi Sumber Daya, Ditjen SDPPI, Dwi Handoko menjelaskan mengenai peran pemerintah dalam manajemen penggunaan spektrum frekuensi radio di Indonesia.
Ditjen SDPPI, Kemkominfo sebagai adminstrator Pemerintah RI dalam pengelolaan spektrum frekuensi radio mempunyai beberapa peran.
Peran-peran Ditjen SDPPI tersebut meliputi perencanaan dan alokasi, kemudian perizinan, penempatan, dan billing (PNBP), koordinasi dan nofitikasi, regulasi dan standardisasi, monitoring dan inspeksi, serta penegakan hukum. (red)