Gaya Defense Anies Baswedan Unik & Tidak Ada dalam Teori Komunikasi

Gaya Defense Anies Baswedan Unik & Tidak Ada dalam Teori Komunikasi
Anies Baswedan. (Istimewa)

BRITO.ID, BERITA JAKARTA - Strategi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk irit bicara dalam beberapa polemik terkait kebijakannya dinilai efektif mengurangi serangan kritik dari kelompok seberang. Namun, hal itu menutup pintu bagi masyarakat terhadap informasi terkait kebijakan di ibu kota.

Hingga kini, Anies belum menjelaskan kepada publik terkait polemik revitalisasi Monas. 

Proyek ini diketahui diminta ditunda karena belum memiliki izin dari Kementerian Sekretariat Negara sebagai Ketua Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka.

Setidaknya, tiga kali Anies menghindar saat ditanya oleh media terkait isu itu. Pertama, saat Anies datang untuk melaksanakan groundbreaking integrasi TransJakarta dengan Stasiun MRT pada Rabu (22/1).

Ia hanya berbalik badan dan menyerahkan penjelasan itu kepada Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta. "Sama Citata saja," kata Anies saat itu.

Kedua, saat menggelar konferensi pers terkait kendaraan listrik Anies lagi-lagi puasa bicara soal Monas. "Sudah ya, sudah ya," ujar dia sambil melambaikan tangan.

Ketiga, saat meresmikan dua jalan layang yang menghubungkan Bekasi-Jakarta, Jumat (31/1), Anies kembali bungkam dan meninggalkan lokasi.

Anies melakukan gaya diam saat diminta menanggapi polemik di wilayahnya. Dalam hal polemik penghargaan Adikarya Wisata bagi disekotek Colosseum, Anies bungkam dan memilih untuk mendisposisikannya kepada Sekretaris Daerah DKI Saefullah.

Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menilai bahwa gaya komunikasi politik yang Anies lakoni termasuk unik dan baru, yakni gaya komunikasi bertahan alias defense. Gaya ini, kata Emrus, sama sekali tidak ada dalam teori komunikasi yang selama ini dipahami.

"Gaya komunikasi itu secara teori ada dialogis, partisipatif, otortiter, dan demokrasi. Namun gaya Pak Anies ini saya bisa bilang gaya defense dan berbeda," kata Emrus kepada 

Menurut Emrus, gaya komunikasi ini ditandai dengan sikap bertahan dengan pendirian, jawaban yang menjustifikasi, tidak dialogis.

"Misalnya kritik banjir, Monas, tetap dia bertahan tidak berada dikategori dialogis atau yang lainnya kan," jelas dia.

Ia melihat gaya defense tidak masalah selama tetap menyertakan data untuk menjaga kepercayaan publik. Hal itu beberapa kali diperlihatkan Anies lewat data-data yang diunggahnya di media sosial.

Defense, namun pandangan defenseyang dibangun rasional juga masuk akal juga, dengan disajikan berbagai data tentang data banjir misalnya dan lain sebagainya," ujar dia.

Dari sisi politik, Emrus menyatakan gaya komunikasi Anies ini tidak salah namun juga tidak benar. Ia melihat kemungkinan gaya ini diambil Anies karena iklim masyarakat dan politikus Indonesia yang kerap menyalahkan tanpa melihat realitas kinerja.

"Karena kondisi sosial di Indonesia, orang yang berseberangan selalu sepakat untuk tidak sepakat. Di Indonesia cenderung tidak melihat persoalan [secara] jernih," jelas dia.

"Gaya komunikasi harusnya kritik sifatnya memperbaiki, sifatnya untuk saling koreksi. Tetapi para politikus kita tidak demikian. Sehingga apa yang dilakukan Anies sangat efektif menghadapi pola komunikasi secara politis," lanjut Emrus.

Sumber: CNNIndonesia.com
Editor: Ari