Hari Ini, MK Gelar Sidang Perbaikan Uji Jabatan Capres

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan untuk pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Gedung MK pada Senin (30/7) siang.

Hari Ini, MK Gelar Sidang Perbaikan Uji Jabatan Capres

BRITO.ID, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan untuk pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Gedung MK pada Senin (30/7) siang.

"MK akan kembali menggelar sidang pengujian UU Pemilu terkait dua kali jabatan bagi presiden atau wakil presiden," ujar juru bicara MK Fajar Laksono melalui pesan singkat yang diterima antara di Jakarta, Senin.

Adapun agenda persidangan untuk pengujian UU Pemilu tersebut adalah perbaikan permohonan.

Pengujian UU Pemilu ini diajukan oleh Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo dan Sekretaris Jenderal Perindo Ahmad Rofiq.

Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 60/PUU-XVI/2018 ini menguji Pasal 169 huruf n UU Pemilu terhadap UUD 1945 terkait dengan masa jabatan presiden dan wakil presiden terutama frasa "belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari tahun".

Pemohon mendalilkan bahwa proses pengajuan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai satu pasangan terkendala dengan adanya frasa a quo, dikarenakan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah pernah menjabat sebagai wakil presiden pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2004 hingga 2009.

Pemohon berpendapat frasa tersebut menjadi tidak relevan bila ditafsirkan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dibatasi oleh masa jabatan presiden dan wakil presiden untuk menjabat dalam jabatan yang selama dua kali masa jabatan, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut.

Dalam dalilnya pemohon menyebutkan seharusnya instrumen hukum perundang-undangan tidak boleh membatasi terlebih mengamputasi hak seseorang untuk dapat menjadi presiden dan wakil presiden, meskipun telah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden dua kali masa jabatan yang sama sepanjang tidak berturut-turut.

Pemohon berpendapat Pasal 169 huruf n UU Pemilu sama sekali tidak memberikan batasan bahkan mempersempit persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden dengan mencantumkan frasa "tidak berturut-turut".

Berdasarakan uraian tersebut, pemohon menilai penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu seharusnya dimaknai belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan berturut-turut walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 tahun.

Oleh sebab itu pemohon meminta Mahkamah menyatakan frasa "tidak berturut-turut" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (*)