Jurnalis Bandarlampung dan Aceh Tuntut Cabut Remisi Pembunuh Wartawan

BRITO.ID, BERITA BANDARLAMPUNG - Puluhan jurnalis di Bandarlampung, Provinsi Lampung melakukan aksi protes, di Tugu Adipura Kota Bandarlampung, Sabtu (26/1), menuntut pencabutan kebijakan remisi yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo kepada otak pembunuhan Jurnalis Radar Bali.
I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. Para jurnalis yang melakukan aksi tersebut tergabung dari berbagai organisasi, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung, LBH Pers Lampung, LBH Bandarlampung, dan Aliansi Pers Mahasiswa Lampung.
"Aksi ini adalah bentuk kekecewaan kami atas pengurangan hukuman terhadap pelaku utama pembunuhan kawan seprofesi kami," kata koordinator aksi Rudiyansyah yang juga Koordinator Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung.
Menurutnya, pengurangan hukuman kepada otak pembunuhan wartawan itu, secara tidak langsung menjadi ancaman bagi profesi jurnalis, karena pembunuh dan juga pelaku utamanya justru diringankan hukumannya.
Selain itu, masih banyak kasus pembunuhan jurnalis lain yang juga sampai kini tidak berhasil diadili atau pun tidak tersentuh oleh hukum, menurut data AJI ada sebanyak delapan kasus pembunuhan jurnalis yang belum sama sekali disentuh oleh hukum.
Namun berbeda dengan kasus terbunuh Jurnalis Radar Bali Prabangsa yang pelakunya diproses hukum hingga tuntas, hingga membuahkan hasil dan menetapkan Susrama sebagai tersangka otak utama pembunuhannya.
Pihaknya menyayangkan kebijakan Presiden Joko Widodo melalui Keppres No. 29 Tahun 2018 dengan memberi keringanan hukuman kepada Susrama. Menanggapi terbit keputusan presiden itu, para jurnalis di Lampung bersama beberapa organisasi lain menyatakan sikap mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara kepada I Nyoman Susrama, pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis.
Mereka menuntut Presiden Joko Widodo mencabut keputusan presiden pemberian remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara terhadap Susrama yang tercantum dalam Keppres No. 29 Tahun 2018. Mereka juga menuntut presiden dan aparatur bawahannya agar lebih berhati-hati dan cermat dalam membuat kebijakan-kebijakan yang dapat melemahkan kebebasan dan kemerdekaan pers.
Mereka mendesak Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Bali mengungkapkan ke publik, proses dan dasar pengajuan remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara untuk I Nyoman Susrama, pembunuh jurnalis serta mendesak aparat penegak hukum agar menuntaskan pengungkapan kasus pembunuhan maupun kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di Indonesia, serta mendorong pemerintah agar menjamin kemerdekaan pers. Para aktivis dan jurnalis itu menuntut Presiden RI harus menjamin dan melindungi kemerdekaan pers.
Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun lalu. Pembunuhan itu terkait dengan berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkannya dan oleh Prabangsa dimuat di Harian Radar Bali, dua bulan sebelumnya.
Dari penyelidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan menunjukkan bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu. Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orang tuanya di Taman Bali, Bangli, 11 Februari 2009.
Presiden Jokowi lewat Keputusan Presiden Nomor 29/2018 memutuskan Susrama bersama 114 terpidana lain mendapat remisi perubahan hukuman dari penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara. Susrama dinilai berkelakuan baik
Begitu juga Para wartawan di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, berunjuk rasa menuntut dicabutnya remisi Presiden terhadap otak pelaku pembunuhan wartawan Radar Bali AA Prabangsa, Sabtu (26/1).
Unjuk rasa yang dilakukan di Jalan Merdeka Taman Riyadhah, Lhokseumawe itu, meminta Presiden Joko Widodo mencabut Keppres No.29 Tahun 2018 terkait pemberian remisi tersebut.
"Kami meminta Presiden Jokowi mencabut keppres pemberian remisi terhadap Susrama. Karena, kami menilai kebijakan ini tidak arif dan kurang bersahabat bagi pers Indonesia," ucap Agustiar, kordinator aksi.
Ia mengatakan, fakta-fakta dalam persidangan jelas menyatakan bahwa pembunuhan terhadap wartawan Radar Bali terkait dengan pemberitaan.
Pihaknya juga mempertanyakan dasar remisi tersebut diberikan. Seharusnya lebih selektif dalam memberikan remisi, karena kejahatan terhadap pers bukanlah kejahatan biasa, apalagi akan berimplikasi kepada terwujudnya kebebasan pers di Indonesia.
"Kebijakan Presiden yang mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan, tidak hanya kepada keluarga korban, akan tetapi juga kepada wartawan Indonesia," ujar Agustiar.
Agustiar yang juga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) setempat menyebutkan, dalam kasus pembunuhan terhadap Prabangsa wartawan Radar Bali, pelakunya divonis penjara pada 14 Februari 2010. Hakim menghukum Susrama dengan vonis penjara seumur hidup. Sedangkan 8 orang lainnya yang juga ikut terlibat dihukum 5 sampai 20 tahun penjara.
Upaya mereka melakukan banding tak membuahkan hasil. PengadiLan Tinggi Bali menolak upaya 9 terdakwa pada April 2010. Kemudian, keputusan itu diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010. (red)