Mantan Penasehat KPK Sebut Proyek Pembuatan Undang-undang Diduga Sumber Menggiurkan

Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua membeberkan tingginya biaya caleg DPR RI saat kampanye. Mantan Wakil Ketua Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (PKPN) itu mengatakan caleg DPR RI membutuhkan dana minimal Rp1 miliar.

Mantan Penasehat KPK Sebut Proyek Pembuatan Undang-undang Diduga Sumber Menggiurkan
Abdullah Hehamahua (ist)

BRITO.ID, BERITA JAKARTA – Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua membeberkan tingginya biaya caleg DPR RI saat kampanye.

Mantan Wakil Ketua Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (PKPN) itu mengatakan caleg DPR RI membutuhkan dana minimal Rp1 miliar.

Hal itu sesuai dengan hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2019.

“Hasil survei KPK 2019 menunjukan tentang bagaimana seseorang mau menjadi caleg anggota DPR pusat pulau di Jawa. Kalau dia tokoh itu dia minimal Rp1 miliar,” ucap Abdullah.

Pernyataan itu disampaikan Abdullah saat berbincang dengan Direktur Eksekutif Kopel Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, seperti dikutip dari kanal YouTube Ustad Demokrasi, Senin (12/4).

Menurut Abdullah, biaya caleg DPR untuk tokoh seperti Ustad Abdul Somad atau UAS dan KH Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym minimal Rp1 miliar.

Yang bukan tokoh, kata dia, membutuhkan biaya Rp5 miliar hingga Rp20 miliar.

“Yang dimaksud sebagai tokoh itu misalnya UAS, Aa Gym. Nah itu yang Rp1 miliar. Kalau bukan tokoh minimal Rp5 miliar sampai Rp20 miliar untuk kampanye,” kata Abdullah.

Sementara gaji dan tunjangan anggota DPR RI hanya sekitar Rp50 juta per bulan.

Anggota DPR Diduga Main Proyek dan UU

Jika anggota DPR RI hanya berharap dari gaji dan tunjangan, maka modal yang dikeluarkan saat kampanye tidak akan kembali.

Karena itu, beberapa anggota DPR diduga menerima duit dari taipan untuk meloloskan kepentingan taipan melalui pembuatan undang-undang maupun proyek di level nasional maupun daerah.

“Darimana uang mereka? maka taipan datang, “Anda tahu terima bersih, kami yang proses,” imbuhnya.

Dikatakan Abdullah, proyek dan pembuatan undang-undang diduga menjadi sumber pendapatan menggiurkan anggota DPR.

“Nah itu yang kita lihat dalam suasana Covid-19. UU Minerba, UU Covid, UU KPK, UU Cipta Kerja dalam waktu Covid-19 diloloskan,” katanya.

“Kenapa orang yang menolak, yang membantah, itu kan pakai host menekan itu, unmute dan mute itu, jadi tidak bisa,” sambungnya.

Dalam UU Covid-19 misalnya, penyalahgunaan dana negara tidak bisa dipidana, dan tidak bisa diperdata.

“Di galaxy mana ada seperti itu kecuali Indonesia, karena Indonesia itu out space atau di luar tata surya sehingga bisa berlaku undang-undang yang aneh seperti itu,” tandas Abdullah Abdullah Hehamahua.

Gaji Anggota DPR RI
Gaji anggota DPR RI telah diatur dalam Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang Gaji Pokok dan Tunjangan Anggota DPR RI.

Sementara untuk ketetapan gaji anggota DPR RI diatur dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015 tentang kenaikan indeks sejumlah tunjangan bagi anggota DPR.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000, gaji anggota DPR RI ditetapkan sebesar Rp 4.200.000 per bulan (gaji DPR).

Gaji pokok didapatkan lebih tinggi untuk posisi Ketua DPR yakni sebesar Rp 5.040.000 per bulan, lalu Wakil Ketua DPR mendapatkan gaji pokok sebesar Rp 4.620.000 per bulan.

Selain gaji pokok, anggota DPR RI mendapatkan berbagai macam tunjangan.

Bila ditotal, gaji dan tunjangan anggota DPR (tunjangan DPR) atau take home pay mencapai lebih dari Rp 50 juta dalam sebulan. Angka itu tidak sebanding dengan biaya caleg DPR yang dikeluarkan saat kampanye.

Sumber: pojoksatu
Editor: Ari