Menteri Kelautan Akui Pendampingan dan Modal jadi Masalah Korporasi Nelayan

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengakui masalah untuk menjalankan korporasi nelayan ada di pendampingan dan modal.

Menteri Kelautan Akui Pendampingan dan Modal jadi Masalah Korporasi Nelayan
Ilustrasi. (Istimewa)

BRITO.ID, BERITA JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengakui masalah untuk menjalankan korporasi nelayan ada di pendampingan dan modal.

"Karena data di lapangan adalah masalah pendampingan dan modal. Kalau pasar, dari industri dan produksi sebenarnya cukup tinggi serapannya khususnya udang," kata Edhy melalui "video conference" di kantornya di Jakarta, Selasa (6/10).

Edhy menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers seusai mengikuti rapat terbatas dengan tema "Korporasi Petani dan Nelayan dalam Mewujudkan Transformasi Ekonomi" yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

Korporasi petani adalah konsep yang awalnya disampaikan Presiden Jokowi pada September 2017 yaitu perubahan pola kerja petani agar lebih modern dengan membuat kelompok besar petani yang dilengkapi dengan aplikasi modern, berpikir cara pengolahan industri sekaligus memasarkannya ke industri retail maupun konsumen termasuk dengan cara daring. Model bisnis sejenis diharapkan juga dilakukan untuk nelayan.

"Dunia sangat tinggi menyerang udang, karena situasi COVID-19, beberapa tidak produksi seperti India. Namun ini tidak kita anggap sebagai peluang utama karena tetap harus bersaing, pasar dalam negeri juga masih sangat tinggi," tambah Edhy.

Dengan model korporasi nelayan, Edhy mengharapkan akan ada salah satu bentuk koperasi kelompok nelayan dan pembudidaya yang bisa menjadi pengusaha.

"Memang tidak langsung besar. Uangnya dari mana? dari KUR (Kredit Usaha Rakyat) atau LPMUKP (Lembaga Pengelolaan Modal Usaha Kelautan dan Perikanan), uangnya sudah ada depan mata," ungkap Edhy.

Kementerian Kelautan dan perikanan merencanakan mengembangkan konsep "millenial shrimp farming" yakni tambak udang dengan bioflok.

"Bioflok kita ada 2 tempat di Situbondo dan Jepara. Kita gunakan di balai kita sendiri yang luasnya 50 dan 40 hektare di Jepara, Situbondo. Kita harapkan satu bioflok ini Desember nanti sudah bisa panen," tambah Edhy.

Konsep itu menjadi sekaligus tempat melatih anak muda untuk melakukan budidaya tambak udang secara bioflok.

"Target kami adalah anak milenial itu alasan mengapa ada 'millenial shrimp farming', karena ada daerah yang kalau dibangun tambak tidak bagus," tambah Edhy.

Kementeriannya, menurut Edhy juga menargetkan kapal-kapal nelayan bermesin di bawah 2 GT yang jumlahnya 300 ribu untuk ditingkatkan kelasnya.

"Ini yang datanya masih kita validasi dan ini yang akan kita naikkan kelas sehingga ke depan, pemilik kapal di Indonesia bukan hanya pengusaha besar yang punya modal. Tapi nelayan yang tadinya kecil dan selama ini termarjinalkan akan kita naikkan kelas karena kemampuannya sudah ada," ungkap Edhy.

Dengan peningkatan kelas nelayan itu, Edhy berharap lulusan-lulusan universitas juga mau menjadi nelayan sehingga tidak lagi fokus untuk jadi PNS atau karyawan di perusahaan namun bermina menjadi "entrepreneur".

"Presiden sudah beri arahan tak perlu banyak-banyak dulu, fokus di 3 produksi, mau lobster, kepiting, udang. Ini yang akan kami lakukan," kata Edhy.

Sumber: Antara
Editor: Ari