Pilkada 2020, Pengamat: Pilihlah Calon Wakil yang Tepat

Pilkada 2020, Pengamat: Pilihlah Calon Wakil yang Tepat
Mochammad Farisi (Dewi Anita/BRITO.ID)

BRITO.ID, BERITA JAMBI - Pilkada langsung merupakan desentralisasi politik yang bertujuan menciptakan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Salah satu penentu keberhasilan pemerintah daerah adalah adanya hubungan baik (harmonis) antara kepala daerah dengan wakil kepala daerahnya.

Dalam konteks pilkada, pola kepemimpinan satu paket ini harmonisasinya harus dimulai dari proses pencalonan.

Adanya kontestan Pilgub di Provinsi Jambi di tahun 2020 ini ,mendapat sedikit masukan dan kritikan dari pengamat publik politik Dan Ketua Komunitas Peduli Pemilu Provinsi Jambi Mochammad Farisi.

Menurutnya, Provinsi Jambi saat ini memasuki tahun politik, 4 kabupaten 1 kota dan juga provinsi sedang melaksanakan suksesi.

Dimana para bakal calon sudah mulai bermunculan bahkan saat ini sedang lirik sana lirik sini untuk mencari pasangan atau wakil yang sehati.

"Hati-hati dan mencari yang benar-benar nyaman, karena kalau nanti jadi dan pecah kongsi yang rugi anda sendiri dan tentunya rakyat Jambi," terangnya Kamis (16/01).

Sejak era reformasi, wakil kepala daerah dicalonkan berpasangan dengan kepala daerah, hal ini membuat praktik baru bahwa calon wakil kepala daerah lebih mempunyai fungsi politis yaitu memperluas basis dukungan calon kepala daerah.

"Bila menang syukur-syukur dilibatkan dalam pemerintahan, kebanyakan kurang diberi peran, ujung-ujungnya putus hubungan dan pilkada berikut saling lawan," jelas Akedemisi Universitas Jambi ini.

"Terbukti dengan Pilkada Kab. Bungo tahun 2015 Bupati petahana Sudirman Zaini vs Wabup petahana Mashuri, Pilkada Kab. Tebo Bupati petahana Sukandar vs Wabup petahana Hamdi, Pilkada 2018 Walikota petahana Syarif Fasha vs Wawali petahana Abdullah Sani, Pilkada Kerinci 2018 juga terjadi pecah kongsi Bupati petahana Adirozal vs Wabup petahana Zainal Abidin, dan terakhir Pilkada Merangin 2018 Bupati petahana Al Haris vs Wabup petahana Khafid Moein," ungkapnya.

Secara strategi politik, calon wakil kepala daerah biasanya berfungsi melengkapi atau menutupi kekurangan cakada. Misalnya cawakada secara geografis berasal dari wilayah yang tidak sama dengan cakada, cawakada berasal dari etnis atau suku yang berbeda dengan cakada.

"Intinya peran Cawakada lebih pada memperluas basis dukungan bagi politik Cakada, kesamaan ideologi dan visi misi biasanya menjadi tidak penting. Tidak kuatnya hubungan emosional, kedekatan ideologi dan kesamaan visi misi dalam membangun inilah yang membuat mudah retaknya hubungan kepala daerah dengan wakil kepala daerah," katanya.

"Bahkan tidak perlu menunggu sampai dua atau tiga tahun masa kepemimpinan, baru beberapa bulan setelah pelantikan saja terkadang sudah terlihat bibit-bibit perceraian, biasanya akibat tidak sepaham menempatkan orang-orang yang duduk dalam OPD," pungkas Farisi.

Penulis: Dewi Anita

Editor: Rhizki Okfiandi