Poya Mothing Poya Haha Bahasa Anies Dalam Karangan Bunga, Bahasa Apa Ini?

Poya Mothing Poya Haha Bahasa Anies Dalam Karangan Bunga, Bahasa Apa Ini?
Karangan Bunga Anies. (Ist)

BRITO.ID, BERITA JAKARTA - Anies Baswedan mencantumkan kalimat 'Poya mothing poya haha' dalam karangan bunganya kepada Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama). Bahasa jenis apa yang digunakan Gubernur Jakarta itu? 

Itu adalah bahasa walikan Jogja (Yogyakarta) atau bahasa kebalikan gaya Jogja, tempat kampus UGM berada. Karangan bunga Anies yang memuat bahasa walikan Jogja itu terlihat di Musyawarah Nasional (Munas) XIII Kagama, di Hotel Grand Ina Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali, Jumat (15/11/2019).

'Poya mothig poya haha' artinya adalah 'tidak punya duit tidak apa-apa'. Bagaimana bisa artinya menjadi begitu? Menerjemahkan bahasa walikan Jogja memang harus melewati jalan sedikit memutar. Mari kenali bahasa gaul masa silam itu.

Bahasa Walikan

Anies Baswedan memang mahasiswa UGM angkatan 1989. Pantas saja dia tidak asing dengan bahasa walikan Jogja. Soalnya, bahasa walikan memang populer di kalangan umum Jogja pada era '80-an.

Dilansir dari buku 'Urip Mung Mampir Ngguyu: Telaah Sosiologis Folklor Jogja' karya Sidik Jatmika, bahasa walikan adalah hasil dekonstruksi terhada aksara Jawa yang sudah mapan. 


Konon, pengguna awal bahasa walikan ini adalah para gentho, gali, garong, alias preman. Copet, maling, dan rampok menggunakan bahasa ini supaya percakapan mereka tidak diketahui otoritas Orde Baru kala itu. Namun lama kelamaan, bahasa ini mulai dipahami orang non-kriminil.

Ada pula versi sejarah heroiknya yang juga populer, bahasa walikan digunakan oleh pejuang-pejuang zaman dulu supaya percakapan mereka tidak dipahami penjajah Belanda. Entah mana versi sejarah yang benar, belum ada yang cukup meyakinkan sejauh ini. 

Yang jelas, pada dekade '80-an di Jogja, bahasa walikan mulai menjadi bahasa gaul. Anak-anak muda Kota Pelajar mulai sering menggunakan 'boso walikan' ini. 

Sebenarnya ini bukan sepenuhnya 'bahasa' dalam artian formal, melainkan hanya ragam bahasa yang tidak resmi dan tidak baku, alias bahasa slang. Pemakaiannya pun bukan diterjemahan dalam satu kalimat penuh, melainkan hanya sepotong-sepotong, atau kata-kata tertentu saja yang dibalik.

Sejauh pemahaman penulis, bahasa walikan Jogja lain dengan bahasa walikan Malang yang caranya langsung dibalik lewat cara bacanya. Misalnya, bila di Malang, kata sapaan 'mas' menjadi 'sam'. Tapi di bahasa walikan Jogja, kata sapaan 'mas' menjadi 'dab'. Versi Jogja sedikit lebih memusingkan seperti dilansir detikcom. (red)