PT RKK Jambi Belum Laksanakan Putusan MA, Ini Penjelasannya

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, sudah mendata aset dari PT Ricky Kurniawan Kertapersa (RKK) untuk diajukan sita eksekusi, atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan PT RKK bersalah atas kasus kebakaran lahan 2015 lalu. 

PT RKK Jambi Belum Laksanakan Putusan MA, Ini Penjelasannya
Lahan PT RKK Jambi (ist)

BRITO.ID, BERITA JAMBI - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, sudah mendata aset dari PT Ricky Kurniawan Kertapersa (RKK) untuk diajukan sita eksekusi, atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan PT RKK bersalah atas kasus kebakaran lahan 2015 lalu. 

PT RKK kalah, atas gugatannya di tingkat kasasi. Putusan kasasi dijatuhkan pada 8 Oktober 2018 lalu, namun hingga saat ini PT RKK belum membayar ganti rugi kerugian materil, dan biaya pemulihan ekologis senilai Rp 191.804.261.700, seperti tertuang dalam putusan hakim Pengadilan Tinggi Jambi di tingkat banding. 

Dalam amar putusan kasasi, Majelis Hakim Kasasi Nurul Elmiyah SH MH, selaku hakim ketua bersama dua anggotanya I Gusti Agung Sumanatha SH MH dan Pri Pambudi Teguh SH MH, menyatakan menolak permohonan kasasi PT RKK.

Kemudian menghukum pemohon kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500 ribu. 

Terkait eksekusi yang belum dilakukan ini, Humas KLHK RI, Nuru Anugrah melalui sambungan teleponnya, Kamis (23/4) sore ini mengatakan, eksekusi merupakan kewenangan dari Pengadilan Negeri, dalam hal ini Pengadilan Negeri Jambi. 

"KLHK sebagai penggugat sudah mengajukan permohonan eksekusi ke ketua PN Jambi dan sudah dilakukan anmaning sebanyak 2 kali," kata Nuru. 

Namun menurutnya, PT RKK tidak ada itikad baik untul menyelesaikan putusan secara sukarela. Karenanya, pihak KLHK mengajukan permohonan sita eksekusi ke Pengadilan Negeri Jambi. "Sekaligus permohonan eksekusi kepada ketua PN Jambi," ujar Ruru. 

Terkait permohonan sita eksekusi, Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK mengatakan, kalau pihaknya sudah menyampaikan data aset PT RKK ke ketua PN Jambi. Hanya saja, pihak PN masih meminta data pendukungnya.

Namun menurutnya, pada dasarnya untuk memperoleh data pendukung tersebut merupakan kewenangan pengadilan. Data pendukung aset baru bisa diperoleh atas permintaan penyidik atau pengadilan.

"Yang sebenarnya, untuk memperoleh data pendukung tersebut juga kewenangan pengadilan. Data pendukung aset bisa diperoleh atas permintaan penyidik atau pengadilan," kata Ragil. 

Sementara itu, Humas Pengadilan Negeri Jambi Yandri Roni saat dikonfirmasi terkait kasus ini membenarkan, jika telah masuk ke proses aanmaning.

"Proses sekarang, pemohon (KLHK) eksekusinya sedang mencari aset dari termohon ( PT RKK) untuk diajukan sita eksekusinya," kata Yandri Roni di Pengadilan Negeri Jambi. 

Soal data pendukung yang menurut KLHK adalah wewenang pengadilan, Yandri Roni mengatakan kalau pada syarat administrasi memang mengharuskan adanya data pendukung aset. 

"Maka haruslah dipenuhi oleh pihak pemohon (KLHK). Jangan sampai salah melakukan eksekusi," ujarnya. 

Lebih lanjut Yandri mengatakan, pihak pemohon harusnya bersurat ke pengadilan, dasar mereka menyampaikan hal itu. 

"Kalau mereka bersurat ke PN tentu akan dibalas pula dengan surat dengan dasar hukumnya." katanya.

Diketahui, kebakaran lahan seluas 591 hektare terjadi di lahan PT RKK pada 2015 lalu. Atas kebakaran ini KLHK menggugat PT RKK secara perdata pada 14 Desember 2016. KLHK menggugat PT RKK dengan pasal yang bersifat strict liability pasal 88 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). 

Pada peradilan tingkat awal ini majelis hakim menolak gugatan KLHK secara keseluruhan. PT RKK bebas dari gugatan dalam amar putusan majelis hakim pada 12 Juni 2017.

Atas putusan itu, KLHK melakukan upaya hukum banding pada 20 Juli 2017. Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jambi memenangkan KLHK pada tahap ini. Dalam amar putusan yang dibacakan pada 16 November 2017, PT RKK divonis membayar ganti rugi kerugian materil dan biaya pemulihan ekologis senilai Rp191.804.261.700. 

Setelah putusan itu, giliran PT RKK yang melakukan upaya hukum. PT RKK melakukan upaya hukum kasasi, namun Mahkamah Agung menolak gugatan PT RKK. Vonis kasasi dibacakan hakim pada 8 Oktober 2018.

Penulis: Hendro Sandi