Qurban dan Kesadaran Ruhani: Membumikan Makna Pengorbanan dalam Perspektif Ruhiologi

Oleh: Prof. Iskandar
Guru Besar Psikologi Pendidikan UIN STS Jambi & Penggagas Ruhiologi
BRITO.ID, BERITA JAMBI — Jumat 06 Juni 2025 / 10 Dzulhijjah 1446 H Iduladha kembali hadir, menyapa umat Islam dengan gema takbir dan prosesi penyembelihan hewan qurban di pelataran masjid. Namun, dalam pandangan Ruhiologi, perayaan ini tidak hanya merupakan ritual tahunan atau simbolis belaka. Lebih jauh, Iduladha adalah momentum untuk menajamkan kesadaran ruhani (spiritual consciousness), memperdalam dimensi penghambaan, dan membebaskan diri dari jeratan ego yang mengaburkan hakikat kemanusiaan.
Sejarah Qurban: Dari Ibrahim AS ke Umat Muhammad SAW
Qurban berakar dari kisah agung Nabi Ibrahim AS, yang diperintahkan Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail AS—sebuah ujian iman yang melampaui logika manusia. Kisah ini merupakan puncak dari ketaatan dan ketauhidan.
Firman Allah dalam Surah Ash-Shaffat (ayat 102–107) menggambarkan momen penuh kepasrahan itu:
“Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”
Ia menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Ash-Shaffat: 102)
Ayat ini menegaskan bahwa esensi qurban adalah ketaatan total, meskipun perintah-Nya terasa berat dan sulit diterima oleh nalar. Allah SWT tidak menginginkan darah atau daging semata, melainkan ruh pengorbanan dan keikhlasan yang menyertainya.
Hakikat Qurban: Membebaskan Diri dari Egoisme
Dalam Ruhiologi—ilmu yang menekankan pentingnya Ruhiology Quotient (RQ), atau kecerdasan spiritual terdalam manusia—qurban adalah proses pembebasan ruh dari keterikatan duniawi. Penyembelihan hewan hanyalah simbol. Hakikat qurban adalah penyembelihan terhadap "Ismail-Ismail" dalam diri: egoisme, ambisi berlebihan, kesombongan, dan nafsu dunia yang menutupi cahaya fitrah.
Qurban sejati adalah upaya mentransendensikan nafsu untuk menyatu dalam kehendak Ilahi. Inilah esensi transformasi jiwa dalam pendidikan spiritual.
Fenomena Qurban Hari Ini: Simbol vs. Substansi
Di era modern, fenomena qurban kerap terjebak dalam aspek simbolik: hewan yang besar, dokumentasi media sosial, hingga pencitraan personal. Sementara, substansi ruhani sering terabaikan.
Qurban sosial yang dilakukan secara ikhlas—berbagi kepada yang membutuhkan, melayani dengan cinta, dan mengorbankan waktu serta tenaga untuk umat—justru lebih bermakna di hadapan Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Hajj (ayat 37):
“Daging dan darah hewan qurban itu tidak akan sampai kepada Allah, tetapi ketakwaanmulah yang akan sampai kepada-Nya.”
Qurban sebagai Kurikulum Ruhani
Dalam kerangka pendidikan Ruhiologi, Iduladha adalah kurikulum ruhani untuk melatih nilai-nilai ikhlas, sabar, ridha, dan tawakal. Anak-anak perlu dipahamkan bahwa qurban bukan sekadar penyembelihan hewan, melainkan latihan menyembelih ego dan nafsu yang mengaburkan nilai-nilai Ilahiah.
Mencintai Allah berarti kesiapan untuk melepaskan segala yang lain demi-Nya. Inilah inti pertumbuhan ruhani.
Membangkitkan Kesadaran Ruhiologi Umat
Iduladha 1446 H seharusnya tidak hanya menjadi rutinitas tahunan, tetapi momentum untuk merevitalisasi ruhani. Umat dengan *RQ* yang tinggi adalah umat yang tidak hanya beriman secara lahir, tetapi juga rela berkorban demi nilai-nilai luhur dan kebenaran.
Di tengah dunia yang kian digital dan materialistis, qurban menghadirkan oase spiritual. Ia mengajak jiwa untuk kembali ke akar ketundukan, melepaskan keakuan, dan menyatu dalam cinta kepada Allah SWT.
(Editor: Ari Widodo)