Reformasi Pelayanan Publik dan PR Birokrasi: Jalan Panjang Menuju Bungo Transparan

Reformasi Pelayanan Publik dan PR Birokrasi: Jalan Panjang Menuju Bungo Transparan
Gubernur Jambi Al Haris saat melantik Dedy Putra dan Tri Wahyu Hidayat sebagai Bupati dan Wabup Bungo 2025-2030. (Pemprov)

USAI dilantik sebagai Bupati Bungo dan Wabup Bungo periode 2025-2030, H. Dedy Putra, S.H., M.Kn, dan Ust. Tri Wahyu Hidayat, dihadapkan pada sejumlah pekerjaan rumah (PR) strategis yang perlu segera ditangani untuk mewujudkan visi pembangunan inklusif dan berkelanjutan di Kabupaten Bungo. Demi mewujudkan Bungo Baru 2030. Berikut adalah beberapa tantangan utama berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber enam bulan terakhir.

1. Penyelesaian Proyek Tunda Bayar dan Tata Kelola Keuangan

Sejumlah proyek infrastruktur yang didanai oleh APBD, DAK, dan DAU mengalami penundaan pembayaran, termasuk pembangunan jembatan dan puskesmas. Penundaan ini menimbulkan kekhawatiran mengenai transparansi dan efisiensi pengelolaan anggaran daerah. Pemerintahan baru perlu melakukan audit menyeluruh dan memastikan pembayaran kepada kontraktor dilakukan sesuai dengan progres fisik proyek.

Memasuki masa kepemimpinannya, pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bungo periode 2025–2030, H. Dedy Putra dan Ust. Tri Wahyu Hidayat (Dedy-Dayat), langsung dihadapkan pada tantangan serius di sektor pengelolaan keuangan daerah, khususnya terkait proyek infrastruktur yang didanai dari APBD, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dalam enam bulan terakhir, sejumlah proyek strategis seperti pembangunan jembatan penghubung antar-kecamatan, peningkatan ruas jalan, hingga pembangunan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, mengalami penundaan pembayaran kepada kontraktor. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dan keluhan dari para pelaksana proyek serta berpotensi memengaruhi kepercayaan publik terhadap keberlanjutan pembangunan.

Penundaan ini bukan hanya mengganggu cash flow penyedia jasa, tetapi juga mengindikasikan adanya persoalan serius dalam perencanaan, pencairan anggaran, dan tata kelola administrasi keuangan daerah.

Tindak Lanjut yang Diperlukan:

1. Audit Menyeluruh terhadap Proyek Bermasalah:

   Pemerintahan Dedy-Dayat perlu mengambil langkah awal yang tegas dengan melakukan audit internal maupun independen terhadap semua proyek yang tertunda pembayarannya. Ini penting untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan administratif, kekurangan dokumen, atau potensi pelanggaran prosedur.

2. Sinkronisasi Progres Fisik dan Administratif:

   Pembayaran harus dilakukan berdasarkan realisasi progres fisik di lapangan, bukan sekadar laporan. Pemerintahan baru perlu membangun sistem pelaporan yang berbasis digital dan real-time untuk meminimalkan celah manipulasi data.

3. Evaluasi dan Reformasi Sistem Penganggaran:

   Pemerintah daerah harus mengevaluasi ulang sistem penganggaran agar lebih realistis, akurat, dan tepat waktu. Penguatan peran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) menjadi kunci dalam mempercepat proses pencairan dan pelunasan kewajiban keuangan.

4. Transparansi dan Komunikasi Publik:

   Dedy-Dayat diharapkan menyampaikan secara terbuka kepada publik tentang kondisi riil keuangan daerah dan langkah-langkah penanganannya. Keterbukaan ini akan menjadi modal penting dalam membangun kepercayaan masyarakat.

Keselarasan dengan Misi Pemerintahan:

Tantangan ini langsung berkaitan dengan Misi ke-4 pasangan Dedy-Dayat, yaitu “Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan melalui inovasi dan reformasi birokrasi”. Dengan menyelesaikan persoalan ini secara terbuka dan profesional, Dedy-Dayat akan menunjukkan komitmennya terhadap reformasi birokrasi dan penataan manajemen keuangan yang sehat.

2. Penguatan Infrastruktur Dasar dan Konektivitas

Salah satu tantangan krusial yang harus segera ditangani oleh pemerintahan Dedy-Dayat adalah buruknya kondisi infrastruktur jalan di berbagai wilayah strategis Kabupaten Bungo. Jalan-jalan rusak yang tersebar di wilayah seperti Kuamang Kuning, Kecamatan Pelepat, Rantau Keloyang, Limbur Lubuk Mengkuang, hingga Kecamatan Jujuhan menghambat mobilitas warga serta memperlambat distribusi hasil pertanian, perkebunan, dan kebutuhan logistik masyarakat.

Kerusakan jalan ini tak hanya berdampak pada kenyamanan dan keselamatan pengguna, tetapi juga secara langsung menurunkan produktivitas ekonomi masyarakat dan memperbesar biaya distribusi barang. Masyarakat di daerah-daerah tersebut selama ini mengandalkan jalur darat sebagai satu-satunya akses utama untuk menjangkau pusat kota, layanan kesehatan, pendidikan, dan pasar.

Langkah Strategis yang Diperlukan yakni;

1. Pemetaan dan Skala Prioritas Pembangunan Jalan:

   Pemerintahan Dedy-Dayat perlu segera melakukan pemetaan komprehensif terhadap kondisi seluruh jaringan jalan kabupaten dan menetapkan skala prioritas berdasarkan tingkat kerusakan dan dampaknya terhadap aktivitas ekonomi dan sosial warga.

2. Penambahan Alokasi Anggaran Infrastruktur:

   Untuk mempercepat perbaikan dan pembangunan jalan serta jembatan, alokasi APBD sektor infrastruktur harus ditingkatkan secara signifikan. Perencanaan juga harus mempertimbangkan keberlanjutan dan kualitas material jalan agar tidak mudah rusak.

3. Sinergi dengan Pemerintah Provinsi dan Pusat:

   Pemerintah Kabupaten Bungo perlu menjalin kerja sama erat dengan Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Pusat, termasuk Kementerian PUPR, untuk mendapatkan dukungan anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK), Inpres Jalan Daerah, atau program strategis nasional lainnya.

4. Libatkan Perusahaan Perkebunan dan Tambang:

   Di daerah seperti Kuamang Kuning dan Jujuhan yang merupakan kawasan padat aktivitas ekonomi, Pemerintah Daerah juga bisa mendorong kontribusi sektor swasta melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) untuk perbaikan akses jalan yang digunakan bersama.

5. Transparansi dan Partisipasi Masyarakat:

   Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur harus melibatkan masyarakat lokal, baik dalam pengawasan maupun penentuan kebutuhan prioritas. Ini penting agar proyek benar-benar sesuai kebutuhan masyarakat dan meminimalisir pemborosan anggaran.

Kesesuaian dengan Visi dan Misi Dedy-Dayat:

Tantangan infrastruktur ini selaras dengan Misi ke-1 dan ke-2 Dedy-Dayat:

* Melaksanakan pembangunan infrastruktur yang berkualitas, adil dan merata, guna menunjang distribusi orang, barang dan jasa.

* Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis potensi unggulan.

Pembangunan dan perbaikan jalan secara langsung berdampak pada peningkatan pelayanan publik dan penguatan ekonomi rakyat. Jika ditangani dengan cepat dan tepat, perbaikan infrastruktur akan menjadi salah satu indikator keberhasilan awal pemerintahan Dedy-Dayat.

3. Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan Kesehatan

Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bungo yang pesat dalam beberapa tahun terakhir membawa konsekuensi logis terhadap meningkatnya kebutuhan layanan dasar, terutama di sektor kesehatan. Pemerintahan baru Dedy-Dayat dihadapkan pada tantangan besar dalam memperkuat sistem kesehatan daerah agar mampu melayani masyarakat secara adil dan merata, khususnya di wilayah pedesaan dan terpencil.

Tiga Tantangan Utama yang Mendesak:

1. Keterbatasan Anggaran Kesehatan:

   Alokasi anggaran daerah untuk sektor kesehatan masih belum ideal. Banyak puskesmas yang membutuhkan renovasi atau penambahan fasilitas penunjang, sementara pembangunan rumah sakit baru di wilayah yang jauh dari ibu kota kabupaten belum terealisasi. Keterbatasan anggaran menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi kurang optimal, terutama dalam penyediaan alat kesehatan modern dan ketersediaan obat-obatan.

2. Kekurangan Tenaga Medis dan Nakes Profesional:

   Kabupaten Bungo masih menghadapi kesenjangan jumlah dan distribusi tenaga medis, terutama dokter spesialis, bidan, dan perawat yang kompeten. Beberapa puskesmas pembantu (Pustu) dan poskesdes di daerah terpencil seperti Limbur, Rantau Keloyang, dan Jujuhan masih kesulitan mendapatkan tenaga medis tetap, sehingga pelayanan menjadi tidak maksimal.

3. Aksesibilitas Layanan Kesehatan di Daerah Terpencil:

   Infrastruktur jalan yang rusak memperparah akses ke fasilitas kesehatan. Warga di daerah pedalaman masih harus menempuh jarak jauh untuk mencapai puskesmas atau rumah sakit, bahkan dalam keadaan darurat. Ini menimbulkan risiko tinggi terhadap keselamatan pasien dan menurunkan angka pelayanan kesehatan preventif.

Strategi Pemecahan yang Diperlukan:

1. Peningkatan Alokasi dan Efisiensi Anggaran Kesehatan:

   Pemerintah Dedy-Dayat perlu memastikan minimal 10% dari APBD dialokasikan untuk sektor kesehatan sesuai amanat Undang-Undang. Penggunaan anggaran harus difokuskan pada prioritas utama seperti peningkatan sarana Puskesmas rawat inap, laboratorium, dan ketersediaan ambulans desa.

2. Kemitraan dengan Pemerintah Pusat dan Swasta:

   Pemerintah daerah harus proaktif menjalin kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan sektor swasta (melalui skema Public Private Partnership/PPP) untuk membangun rumah sakit daerah baru, membuka klinik swasta di kecamatan, dan mendatangkan tenaga spesialis melalui program Nusantara Sehat.

3. Insentif untuk Tenaga Medis di Wilayah Terpencil:

   Diperlukan program insentif dan beasiswa bagi tenaga medis yang bersedia ditempatkan di wilayah terpencil. Pemerintah juga dapat menjalin kerja sama dengan universitas untuk pengabdian profesi kesehatan secara berkelanjutan.

4. Digitalisasi dan Telemedisin:

   Membangun sistem layanan kesehatan berbasis teknologi seperti telekonsultasi atau aplikasi layanan kesehatan akan sangat membantu masyarakat yang jauh dari pusat layanan, sekaligus menghemat biaya operasional daerah.

---

Keselarasan dengan Misi Dedy-Dayat:

Tantangan ini sejalan dengan Misi ke-3 pasangan Dedy-Dayat:

"Meningkatkan kualiatas sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif melalui pendidikan dan kesehatan yang berkemajuan"

Meningkatkan akses dan mutu layanan kesehatan merupakan prasyarat mutlak untuk mewujudkan masyarakat Bungo yang kuat, produktif, dan berdaya saing.

-----

4. Reformasi Program Sosial dan Pendidikan

Program unggulan daerah seperti Kartu Bungo Pintar (KBP) di bidang pendidikan dan Kartu Bungo Sehat (KBS) di bidang kesehatan merupakan inisiatif Pemerintah Kabupaten Bungo untuk membantu masyarakat kurang mampu dalam mengakses pendidikan dan layanan kesehatan secara lebih adil. Namun, menjelang awal pemerintahan baru Bupati H. Dedy Putra dan Wabup Ust. Tri Wahyu Hidayat, kedua program ini perlu dievaluasi secara menyeluruh demi efektivitas dan perluasan manfaat.

---

Tantangan yang Dihadapi:

1. Cakupan Manfaat yang Belum Merata:

   Banyak masyarakat, terutama di wilayah pedesaan dan pinggiran seperti Jujuhan, Rantau Keloyang, dan Pelepat, yang mengaku belum menerima atau bahkan mengetahui keberadaan program ini. Hal ini menunjukkan masih rendahnya jangkauan distribusi dan sosialisasi program.

2. Minimnya Informasi Prosedur dan Syarat Akses:

   Warga penerima manfaat kerap mengalami kesulitan dalam memahami cara mendapatkan kartu, prosedur klaim bantuan, serta fasilitas apa saja yang tercakup. Hal ini memperburuk ketimpangan layanan karena hanya mereka yang paham alur birokrasi yang dapat menikmatinya.

3. Pendataan Penerima Manfaat yang Kurang Akurat:

   Masih ditemukan kasus penerima manfaat yang tidak tepat sasaran, sementara yang benar-benar membutuhkan justru luput dari pendataan. Validasi dan pembaruan data yang lemah menjadi persoalan krusial dalam pelaksanaan program.

---

Solusi Strategis yang Diperlukan:

1. Evaluasi Menyeluruh Program KBP dan KBS:

   Pemerintah Dedy-Dayat harus segera melakukan audit dan evaluasi komprehensif terhadap implementasi program sejak awal diluncurkan. Termasuk meninjau kembali kriteria penerima manfaat dan efektivitas pengalokasian anggaran.

2. Digitalisasi Pendaftaran dan Informasi Program:

   Untuk memudahkan akses dan transparansi, Pemkab Bungo perlu mengembangkan portal digital atau aplikasi mobile yang memungkinkan warga mengecek status kepesertaan, syarat pendaftaran, hingga lokasi layanan terdekat.

3. Sosialisasi Masif hingga ke Tingkat Dusun:

   Dinas terkait harus mengintensifkan sosialisasi melalui perangkat desa, tokoh masyarakat, dan lembaga pendidikan agar informasi tentang manfaat dan prosedur kartu dapat menjangkau masyarakat secara menyeluruh.

4. Perluasan Kerja Sama dengan Faskes dan Sekolah:

   Pemerintah harus memperluas jangkauan kerja sama dengan fasilitas kesehatan dan satuan pendidikan agar kartu ini bisa digunakan di lebih banyak titik layanan. Ini penting untuk memastikan kehadiran program terasa langsung di lapangan.

5. Integrasi dengan Program Pemerintah Pusat dan Provinsi:

   Kartu Bungo Pintar dan Sehat juga bisa disinergikan dengan KIP, KIS, atau BPJS Daerah, agar tidak tumpang tindih dan dapat memperluas perlindungan sosial masyarakat secara efisien.

---

Kesesuaian dengan Misi Dedy-Dayat:

* Misi 2: Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis potensi unggulan.

* Misi 3: Meningkatkan kualiatas sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif melalui pendidikan dan kesehatan yang berkemajuan.

Kedua kartu ini merupakan instrumen nyata untuk menjalankan misi tersebut, sekaligus memperkuat komitmen Dedy-Dayat terhadap keadilan akses pendidikan dan kesehatan untuk semua.

---

5. Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan

Kabupaten Bungo memiliki potensi besar di sektor pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit. Namun, pengelolaan yang tidak berkelanjutan dapat merusak lingkungan dan tidak memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat lokal. Pemerintah daerah perlu menerapkan praktik pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan memastikan bahwa keuntungan dari sektor ini dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Optimalisasi Sumber Daya Alam dan implementasi PROWITRA menjadi tantangan besar Pemerintahan Dedy-Dayat.

Kabupaten Bungo memiliki dua sektor strategis yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi daerah, yaitu pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit. Di satu sisi, kedua sektor ini menyumbang pendapatan daerah dan lapangan kerja; namun di sisi lain, pengelolaan yang tidak berkelanjutan dan eksploitatif justru menimbulkan kerusakan lingkungan, ketimpangan ekonomi, serta konflik sosial dan agraria.

1. Tantangan Pengelolaan Perkebunan Sawit:

* Produktivitas Sawit Rakyat Masih Rendah:

  Banyak petani sawit rakyat di Bungo masih menggunakan benih ilegal atau berkualitas rendah, sehingga hasil panen jauh di bawah standar industri.

* Lahan Tak Bersertifikat dan Tidak Tertata:

  Banyak kebun sawit rakyat tidak memiliki legalitas yang jelas, sehingga menyulitkan petani mengakses pembiayaan dari bank atau masuk dalam program bantuan pemerintah.

* Kurangnya Akses ke Industri Hilir:

  Petani kecil seringkali terjebak dalam sistem tengkulak dan tidak memiliki akses langsung ke pabrik pengolahan (PKS), menyebabkan harga tandan buah segar (TBS) rendah.

2. PROWITRA sebagai Solusi Strategis:

Pemerintahan Dedy-Dayat perlu menjadikan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PROWITRA) sebagai salah satu prioritas pembangunan sektor perkebunan. 

Langkah-langkah yang harus ditempuh:

* Identifikasi dan Pendataan Petani Sawit Rakyat Secara Akurat.

* Fasilitasi legalisasi lahan dan penyuluhan benih unggul.

* Akses pembiayaan replanting melalui dana BPDP-KS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).

* Penguatan kelembagaan petani, seperti koperasi sawit rakyat.

* Dorong pembangunan pabrik mini crude palm oil (CPO) rakyat dan unit usaha hilirisasi lokal.

3. Tambang Batubara dan Ancaman Lingkungan:

* Praktik eksploitasi tambang batubara oleh perusahaan besar tanpa kontribusi signifikan bagi masyarakat sekitar masih menjadi sorotan.

* Kerusakan hutan, sedimentasi sungai, dan polusi udara menjadi dampak nyata dari aktivitas pertambangan yang tidak terkontrol.

Pemerintah daerah harus:

* Menuntut perusahaan tambang menjalankan reklamasi dan CSR secara transparan.

* Meningkatkan pengawasan AMDAL dan perizinan.

* Menyusun perda zonasi pertambangan yang pro-lingkungan dan berpihak ke masyarakat lokal.

4. Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI): PR Besar Bagi Dedy-Dayat

PETI masih marak di wilayah seperti Pelepat, Rantau Pandan, dan Limbur Lubuk Mengkuang. Aktivitas ini tidak hanya merusak lingkungan dan mencemari sungai, tetapi juga mengancam keselamatan warga dan menimbulkan ketegangan sosial.

Langkah-langkah yang perlu diambil:

* Pendekatan humanis dan persuasif terhadap pelaku PETI.

* Alihkan pelaku PETI ke sektor produktif melalui program padat karya, pelatihan, atau wirausaha alternatif.

* Dorong legalisasi tambang rakyat (WPR) dengan sistem koperasi dan pengawasan ketat.

* Libatkan aparat penegak hukum untuk menindak pemodal besar yang beroperasi ilegal.

Relevansi dengan Misi Dedy-Dayat:

Misi Dedy-Dayat yang berbunyi:

"Melaksanakan pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berwawasan lingkungan"

harus terwujud melalui tata kelola SDA yang berkeadilan, ramah lingkungan, dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat lokal.

Implementasi PROWITRA, reformasi tambang, dan solusi terhadap PETI akan menjadi indikator keberhasilan Dedy-Dayat dalam membangun Bungo yang berdaulat atas kekayaan alamnya sendiri.

---

6. Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai Pilar Pembangunan

Setelah dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bungo periode 2025-2030, H. Dedy Putra dan Ust. Tri Wahyu Hidayat menghadapi sejumlah tantangan strategis yang harus segera diatasi untuk mempercepat pembangunan inklusif dan berkelanjutan di Kabupaten Bungo. Salah satu fokus utama mereka adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan sumber pendanaan penting dalam membiayai berbagai program pembangunan.

Harmonisasi Ranperbup Pajak dan Retribusi

Sebagai bagian dari upaya peningkatan PAD, pemerintah daerah melakukan harmonisasi terhadap Rancangan Peraturan Bupati (Ranperbup) yang terkait dengan pajak dan retribusi daerah. Harmonisasi ini bertujuan untuk menyusun peraturan yang terintegrasi, tidak tumpang tindih, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan regulasi yang solid, penerimaan pajak dan retribusi dapat dioptimalkan secara signifikan.

Tantangan Strategis yang Dihadapi

Bupati Dedy Putra dan Wakil Bupati Tri Wahyu menghadapi beberapa PR utama yang mendasari perlunya harmonisasi ini:

* Ketergantungan tinggi pada dana transfer pusat, yang membuat APBD rentan terhadap perubahan kebijakan pusat dan fluktuasi ekonomi.

* Kapasitas pengelolaan pajak dan retribusi yang masih perlu ditingkatkan, terutama dari sisi administrasi dan pelayanan kepada wajib pajak.

* Kebutuhan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah agar meningkatkan kepercayaan masyarakat dan kepatuhan pajak.

Program Pemerintah Daerah dalam Mendukung Harmonisasi

Dalam visi Bungo Baru 2030, Dedy Putra dan Tri Wahyu mengusung program pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, yang salah satunya adalah memperkuat basis fiskal daerah. Beberapa langkah program yang mendukung optimalisasi PAD meliputi:

* Digitalisasi sistem pengelolaan pajak dan retribusi untuk meningkatkan efisiensi dan kemudahan layanan.

* Pelatihan dan peningkatan kapasitas aparat pengelola pajak agar pengawasan dan pemungutan berjalan optimal.

* Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pajak dan retribusi untuk pembangunan daerah.

* Pengawasan transparan melalui teknologi dan pelaporan publik agar setiap rupiah yang masuk dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

Dampak Positif bagi Pembangunan Ekonomi dan Sosial

Dengan harmonisasi Ranperbup yang efektif dan program-program pendukung yang terintegrasi, pemerintah Kabupaten Bungo dapat memperkuat kebijakan fiskal daerah. Ini akan membuka peluang bagi pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Optimalisasi PAD menjadi modal utama dalam mewujudkan cita-cita Bungo Baru 2030 sebagai daerah yang mandiri, maju, dan sejahtera.

Ari Widodo, Pengamat Kebijakan Publik