Desakan Legalitas Tambang Rakyat, Kementerian ESDM Didukung Warga Tetapkan WPR di Bungo

BRITO.ID, BERITA BUNGO – Aktivitas penambangan emas oleh masyarakat di Kabupaten Bungo terus menjadi perbincangan panas. Dihadapkan pada minimnya lapangan pekerjaan dan menurunnya daya beli masyarakat, banyak warga menggantungkan hidup mereka dari aktivitas tambang emas meski dilakukan secara tradisional dan belum berizin resmi.
Kondisi ini membuat konflik tak terhindarkan. Upaya penindakan aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) oleh aparat penegak hukum di sejumlah wilayah. Warga merasa tidak memiliki pilihan lain dalam mencari nafkah, karena belum ada solusi yang adil dan berkelanjutan dari pemerintah.
Puluhan warga Dusun, menyampaikan keberatan mereka terhadap rencana penertiban aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah tersebut. Dalam forum dialog bersama aparat dan tokoh setempat, warga menyampaikan unek-unek mereka secara terbuka, bahkan disertai nada tinggi dan emosi, sebagai bentuk kegelisahan atas ancaman terhadap mata pencarian mereka.
“Kami ini siap diberantas, Pak. Tapi ciptakan dulu lapangan kerja! Bertahun-tahun kami hidup dari tambang, dan sekarang Bapak mau hilangkan begitu saja? Ini bukan soal alat, ini soal perut!” seru salah seorang warga dengan suara tegas dalam forum di lapangan ini yang viral lewat video beberapa waktu lalu.
Kapolres Bungo AKBP Natalena Eko Cahyono menyatakan bahwa penindakan terhadap PETI saat ini telah beralih ke pendekatan yang lebih sistematis dan manusiawi melalui pembentukan Satgas PETI. Satgas ini juga mengedepankan edukasi, pemetaan wilayah, serta rencana normalisasi lingkungan eks tambang.
Namun, sejumlah pihak termasuk pengamat menilai bahwa solusi jangka panjang hanya bisa dilakukan melalui penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Kabupaten Bungo, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik.
Kementerian ESDM “sangat mendorong pertambangan kecil agar berizin resmi”. Terbukti dengan hadirnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Migas.
Di tengah tuntutan masyarakat untuk membuka lapangan kerja dan memberi ruang tambang legal, pemerintah daerah diharapkan bisa membaca peluang regulasi yang lebih luas, termasuk dengan mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Migas.
Meski peraturan ini secara substansi mengatur sektor minyak dan gas bumi, namun secara filosofi dan pendekatan kebijakan, Permen ESDM 14/2025 menggarisbawahi pentingnya kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam mengelola sumber daya alam secara optimal dan legal.
Permen tersebut membuka ruang kerja sama dalam bentuk kemitraan untuk mengelola bagian wilayah kerja antara pemerintah dan pihak ketiga, termasuk BUMN, swasta, maupun badan usaha daerah yang memenuhi kriteria. Model ini dapat dijadikan rujukan pendekatan serupa untuk sektor pertambangan rakyat, khususnya dalam konteks kolaborasi pengelolaan sumber daya tambang emas secara berizin dan berkelanjutan.
Dorongan ini menjadi sinyal positif bahwa pembentukan WPR di Bungo sangat mungkin untuk diwujudkan, apalagi jika pemerintah daerah serius mengusulkan kawasan yang memenuhi syarat sebagai WPR.
"WPR memungkinkan warga menambang secara legal melalui koperasi atau kelompok masyarakat, dengan pengawasan teknis dari pemerintah. Aktivitas tambang dilakukan dalam skala kecil, menggunakan metode ramah lingkungan, dan hasilnya dapat dijual secara resmi, memberi kontribusi pada PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan membuka lapangan kerja luas," ungkap pengamat.
Solusi dan Langkah Strategis untuk WPR di Bungo:
1. Inventarisasi Wilayah Potensial untuk WPR
Pemerintah Kabupaten Bungo melalui Dinas ESDM Provinsi Jambi perlu melakukan pemetaan dan inventarisasi kawasan yang selama ini telah dimanfaatkan masyarakat untuk menambang secara tradisional.
2. Pengajuan Resmi ke Kementerian ESDM
Setelah data terkumpul, Pemkab mengajukan permohonan penetapan WPR ke Kementerian ESDM dengan syarat sesuai Permen ESDM No. 26 Tahun 2018.
3. Pendampingan Koperasi/UMKM Penambang
Warga yang selama ini menambang secara mandiri dibina dalam bentuk koperasi atau UMKM. Pembinaan ini juga termasuk pelatihan keselamatan kerja, penggunaan alat ramah lingkungan, dan pelaporan produksi.
4. Kemitraan dengan Perusahaan Tambang Legal
Skema kemitraan seperti dalam Permen ESDM No. 14 Tahun 2025 juga bisa digunakan, di mana kelompok masyarakat bermitra dengan badan usaha resmi untuk mengelola tambang secara legal.
5. Peran KLHK dalam Wilayah Hutan
Jika lokasi tambang berada dalam kawasan hutan, perlu sinergi dengan Kementerian LHK melalui program Perhutanan Sosial atau skema izin pemanfaatan tertentu.
6. Pengawasan dan Tata Kelola Lingkungan
Aktivitas tambang rakyat harus tetap diawasi dari sisi lingkungan. Upaya reklamasi dan normalisasi lahan eks tambang menjadi bagian penting agar ekosistem tidak rusak dan sumber air tidak tercemar.
Jika strategi ini diterapkan dengan sungguh-sungguh, Bungo bisa menjadi contoh nasional bagaimana daerah dapat menyelesaikan konflik antara kebutuhan ekonomi rakyat dan regulasi tambang, tanpa mengorbankan hukum maupun lingkungan.
Saat ini, publik menunggu inisiatif kuat dari Bupati Bungo, DPRD, dan seluruh stakeholder terkait agar usulan WPR segera diusulkan secara resmi ke Kementerian ESDM.
(Ari Widodo)