Polemik Pembatalan JPT Pratama Bungo, Tak Hanya Soal Biaya yang terbuang tapi ada Bayang-Bayang Pilkada

Polemik Pembatalan JPT Pratama Bungo, Tak Hanya Soal Biaya yang terbuang tapi ada Bayang-Bayang Pilkada
Dr Noviardi Ferzi. (Dok)

BRITO.ID, BERItA BUNGO - Pembatalan hasil akhir seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama tahun 2024 oleh Bupati Bungo, H. Dedy Putra, memicu sorotan tajam di tengah masyarakat, termasuk pengamat sosial ekonomi pemerintahan Dr. NoviardinFerzi, menurutnya NOMOR: 800/0499/BKPSDMD tertanggal 16 Juni 2025, berdampak pada empat posisi strategis di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bungo. 

Langkah ini didasarkan pada Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor: 7861/R-AK.02.02/SD/K/2025 tanggal 10 Juni 2025, yang menyetujui permohonan pembatalan tersebut. Dr. Noviardi Ferzi, seorang pengamat sosial ekonomi pemerintahan, memberikan pandangannya terkait masalah ini.

Menurut Dr. Noviardi Ferzi, secara administratif, pembatalan ini memang telah melalui prosedur yang benar dengan persetujuan BKN. "Persetujuan BKN ini memberikan legalitas formal, sehingga secara prosedur, keputusan pembatalan dianggap tidak melanggar aturan kepegawaian yang berlaku," jelas Dr. Noviardi. Ini sejalan dengan penjelasan Kepala BKPSDM Kabupaten Bungo, Wahyu Sarjono, yang menyatakan bahwa proses pembatalan telah mendapatkan restu dari lembaga yang berwenang.

Namun, Dr. Noviardi menyoroti adanya inefisiensi anggaran yang besar akibat pembatalan ini. "Meskipun legal secara prosedur, pembatalan seleksi yang sudah berjalan ini jelas-jelas menghamburkan anggaran negara yang telah dialokasikan," tegasnya. Anggaran yang terbuang sia-sia ini tentu menjadi catatan merah dari sisi akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah. Potensi gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh para peserta yang merasa dirugikan juga menjadi risiko yang harus ditanggung pemerintah daerah, menandakan bahwa keputusan ini tidak luput dari potensi masalah hukum.

Dalam hal politik, pengamat top Jambi ini khususnya intervensi dan stabilitas pemerintahan juga menyoroti kuatnya intervensi politik dalam pembatalan seleksi JPT Pratama ini. "Penolakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap usulan pelantikan karena prosesnya dalam masa pemilihan, sebagaimana disampaikan oleh Kepala BKPSDM, adalah indikasi jelas adanya intervensi politik," kata Dr. Noviardi. Penolakan Kemendagri ini didasari alasan stabilitas politik pasca-Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Bungo.

"Ini menggambarkan bagaimana birokrasi, meskipun telah menjalankan proses sesuai prosedur, dapat dipengaruhi oleh pertimbangan politik yang lebih besar, bahkan dapat 'menganulir' hasil seleksi yang sudah matang," tambahnya. Menurut Dr. Noviardi, keputusan Kemendagri ini bisa diartikan sebagai upaya menjaga kondusivitas politik dan menghindari potensi gejolak atau ketidakpuasan yang mungkin timbul jika pelantikan dilakukan di tengah situasi politik yang sensitif.

Dampak paling signifikan dari pembatalan ini, menurut Dr. Noviardi, adalah terhadap kinerja pemerintahan daerah. Empat posisi kunci yang vital bagi jalannya roda pemerintahan – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Dusun, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah, serta Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan – kini tetap kosong atau akan diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt) dalam waktu yang tidak ditentukan.

"Kekosongan jabatan definitif di posisi-posisi strategis ini berpotensi besar mengakibatkan terhambatnya pengambilan keputusan strategis, kurangnya inovasi, dan penurunan efektivitas program-program kerja di masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD)," papar Dr. Noviardi. Ia menambahkan bahwa Plt, meskipun dapat menjalankan fungsi harian, seringkali memiliki kewenangan terbatas dalam mengambil kebijakan jangka panjang atau melakukan terobosan signifikan.

Lebih jauh, Dr. Noviardi juga menekankan bahwa pembatalan ini menciptakan ketidakpastian bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bungo. "Proses seleksi yang transparan dan akuntabel sangat penting untuk menjaga motivasi dan profesionalisme ASN. Pembatalan mendadak ini, meskipun dijustifikasi secara administratif, dapat menimbulkan pertanyaan tentang integritas proses rekrutmen dan potensi adanya faktor-faktor non-meritokrasi dalam penentuan jabatan, yang pada akhirnya dapat menurunkan moral dan etos kerja ASN," pungkasnya.

Terakhir, Noviardi juga menambahakan Keputusan Bupati Bungo untuk membatalkan hasil seleksi JPT Pratama merupakan cerminan kompleksitas interaksi antara aturan birokrasi, dinamika politik, dan dampaknya terhadap tata kelola pemerintahan. Meskipun mendapatkan legalitas dari BKN, langkah ini membawa konsekuensi finansial dan potensi gugatan. Campur tangan Kemendagri berdasarkan pertimbangan stabilitas politik menyoroti bagaimana aspek politik dapat mendikte jalannya birokrasi.

Tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Bungo ke depan adalah bagaimana mengisi kekosongan jabatan ini dengan cepat dan transparan, sambil meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul dari keputusan pembatalan ini, khususnya terhadap efektivitas pelayanan publik dan pelaksanaan program pembangunan. (Ado)