Pro Kontra SKB 3 Menteri, Fortusis Sebut Jangan Ada Tekanan Soal Pakaian, Halal Watch Tegaskan SKB Harus Dicabut

Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) menyambut baik Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang mengatur tentang seragam sekolah. Fortusis menilai, penggunaan seragam siswa tidak boleh ada tekanan dari pihak manapun.

Pro Kontra SKB 3 Menteri, Fortusis Sebut Jangan Ada Tekanan Soal Pakaian, Halal Watch Tegaskan SKB Harus Dicabut
Ilustrasi. (Istimewa)

BRITO.ID, BERITA BANDUNG - Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) menyambut baik Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang mengatur tentang seragam sekolah. Fortusis menilai, penggunaan seragam siswa tidak boleh ada tekanan dari pihak manapun.

"SKB ini cukup baik, yang bikin ribet ini kan karena mungkin di beberapa pemerintah daerah ada transisi, terutama setelah melihat kasus di Padang," kata Ketua Fostusis Kota Bandung Dwi Subawanto, Jumat (5/2/2021).

Menurut dia, memang semestinya tidak ada paksaan tentang penggunaan seragam sekolah. Untuk membedakan antara tingkatannya, cukup menggunakan warna khusus, sebagaimana dulu pernah ditetapkan. Seperti merah putih untuk SD, putih abu untuk SMA, dan lainnya.

"Soal jilbab, ini kan pemerintah seolah ketakutan ada stigma terhadap agama mayoritas, tapi kan dulu tahun 80 an, gak ada masalah. Bebas aja, mau pakai atau tidak," jelas dia.

Pada praktiknya, kata dia, sekolah juga tidak boleh melakukan pressure kepada siswa untuk berpakaian rapi, dengan mengharuskan mengenakan jilbab. Walaupun tidak ada aturan kewajiban mengenakan jilbab, namun ada kasus guru melakukan pressure sehingga anak menggunakan jilbab.

Dwi menyebutkan, persoalan pakaian sebenarnya bukan hal urgen, cukup diatur secara normatif. Terpenting adalah bagaimana pembelajaran itu sampai kepada siswa.

Sementara, SKB 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, harus segera dicabut karena berpotensi melahirkan kegaduhan dan merusak sistem hukum.

Hal ini pendapat Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah . Menurut Ikhsan, SKB itu beschiking (keputusan), bukan regeling (ketentuan yang mengatur). "Karena faktanya isi SKB tersebut berupa regeling (aturan), maka harus di-judicial review ke Mahkamah Agung, karena akan menimbulkan kekacauan pada sistem hukum," ujarnya, Kamis (4/2/2021).

Menurut Ikhsan, kasus jilbab ini mengemuka di awal Januari lalu, ketika SMK Negeri 2 Padang Sumatera Barat dituding melakukan pemaksaan menggunakan jilbab bagi siswi yang beragama nonmuslim. Kebijakan pemerintah daerah setempat yang mengharuskan penggunaan jilbab bagi siswi muslimah, itu merupakan beleid dari pemerintah daerah setempat yang tertuang dalam Instruksi Wali Kota Padang Nomor 451.442/Binsos-iii/2005, dan merupakan kearifan lokal yang harus dihormati.

Karena jilbab dianggap sebagai pakaian yang sesuai syar'i dan berpakaian yang sesuai syar'i adalah merupakan kewajiban bagi seorang muslimah. Karena berpakaian dengan menutup aurat itu di samping wajib hukumnya bagi seorang muslimah juga merupakan ibadah.

Dan Hal itu dijamin oleh Konstitusi Pasal 29 ayat (1) UUD 1945, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan di ayat (2) disebutkan "Negara menjamin hak warga Negara untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaannya itu".

Terlebih bagi masyarakat Minang yang memiliki filosofi 'Adat basandi Syara', Syara basandi Kitabullah'. "Karena itu, kebijakan Pemerintah Daerah Padang atau tepatnya Wali Kota Padang yang tertuang dalam Instruksi Wali Kota Padang Nomor 451.442/Binsos-iii/2005, yang salah satu pointnya mewajibkan pemakaian jilbab bagi siswi yang menempuh pendidikan di sekolah negeri di Padang, hal ini sesuai dengan jiwa dan semangat Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan Pacasila khususnya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Terlebih kebijakan ini telah berjalan sejak tahun 2005 dan diterima oleh masyarakat sebsgai sesuatu yang baik dan ditaati. Lalu mengapa kemudian diributkan? Sampai Mas Menteri Nadiem begitu geram membuat pernyataan melalui video dan menjadi viral. Seakan akan ada persoalan genting dan terjadi praktik intoleransi di sekolah," jelasnya.

Sumber: SINDOnews
Editor: Ari