Senator Elviana Soroti Kebijakan Penanaman Jagung 4 Hektare: Tidak Realistis dan Membebani Desa

Senator Elviana Soroti Kebijakan Penanaman Jagung 4 Hektare: Tidak Realistis dan Membebani Desa
Senator Dr. Elviana (dokpri)

BRITO.ID, BERITA JAKARTA – Anggota DPD RI asal Jambi, Dr. Hj. Elviana, M.Si, menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah pusat yang mewajibkan pemerintah desa mengalokasikan 20 persen Dana Desa untuk program penanaman jagung seluas 4 hektare. Pernyataan ini disampaikan Elviana dalam forum resmi DPD sebagai bentuk penyampaian aspirasi dari para kepala desa yang merasa terbebani oleh kebijakan tersebut.

Menurut Elviana, banyak kepala desa mengeluhkan perintah tersebut karena tidak realistis dan tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Banyak desa tidak memiliki lahan seluas itu, sementara laporan kegiatan tetap harus dilengkapi.

"Kami instruksikan kepada seluruh kota dan desa, bahwa 20 persen Dana Desa harus digunakan untuk menanam jagung 4 hektare. Tapi coba pikir, Bu, ke mana mereka harus mencari lahan seluas itu? Pemerintah pusat tidak memikirkan realita di lapangan," ujar Elviana, Rabu (9/7).

Elviana menuturkan, sejumlah kepala desa mencari jalan keluar dengan menanam jagung secara simbolik di halaman kantor desa, pinggiran saluran air, atau lokasi seadanya. Foto-foto kegiatan tersebut kemudian dilampirkan dalam laporan agar program tetap dianggap berjalan.

"Yang penting ada dokumentasi. Tanam saja jagung di beberapa tempat, foto, lalu laporkan," kata Elviana, menirukan keluhan seorang kepala desa.

Kritik lain disampaikan terkait pengadaan bibit jagung yang tidak memadai. Pemerintah memang menyediakan sedikit bibit, namun seluruh pembiayaan kegiatan tetap ditanggung melalui Dana Desa. Padahal, menurut Elviana, anggaran ketahanan pangan di tingkat pusat tersedia.

"Bibitnya sedikit, padahal dana ketahanan pangan itu ada. Tapi semua tetap harus ditutup dari Dana Desa," ujarnya.

Ia juga menyoroti kurangnya perencanaan keberlanjutan dari program tersebut, termasuk persoalan siapa yang akan menjaga dan merawat tanaman, serta mengatasi serangan hama.

"Hama-nya nanti macam-macam, dari hama hewan sampai hama hitam. Seperti manusia. Itu tidak terpikir oleh pembuat kebijakan," tambah Elviana.

Elviana menyampaikan, para kepala desa memperkirakan bahwa untuk memenuhi target tanam 4 hektare, dibutuhkan dana sekitar Rp188 juta hingga Rp200 juta per desa. Ia menyebut banyak kepala desa pesimis program ini akan berhasil karena dirasa tidak sesuai kebutuhan dan kondisi masyarakat desa.

"Apakah kita akan terus seperti ini? Memberikan tugas-tugas yang justru tidak dibutuhkan desa," ujarnya.

Sebagai perbandingan, Elviana mengingatkan tentang kebijakan Dana Desa pada tahun 2015. Saat itu, meski anggaran hanya Rp46,9 triliun secara nasional dan rata-rata Rp280 juta per desa, penggunaannya dinilai lebih tepat sasaran karena disesuaikan melalui musyawarah desa.

"Dulu cuma dapat Rp280 juta, tapi mereka musyawarah sendiri. Misalnya untuk beli koral jalan sawit, atau alat berat untuk perbaikan jalan. Sekarang harga sawit jatuh, alat berat susah didapat, dan program tidak tepat sasaran," jelasnya.

Elviana menutup pernyataannya dengan meminta agar pemerintah pusat lebih bijak dalam merancang kebijakan untuk desa. Ia menekankan pentingnya penyusunan program yang kontekstual, partisipatif, dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat desa.

(Ari Widodo)