Arsjad Rasyid Sebut Alasan GSI yang Bisnis PCR Jadi Perusahaan Bukan Yayasan: Karena untuk Sustainability

Pencetus berdirinya PT Genomik Solidaritas Indonesia Arsjad Rasyid, mengakui bahwa GSI dibentuk sebagai PT adalah atas usul dirinya. Arsjad mengungkapkan, saat rencana pendirian usaha pengadaan jasa tes PCR itu bergulir ada dua alternatif yang mengemuka, yakni apakah usaha tersebut akan berbentuk yayasan atau perseroan terbatas (PT).

Arsjad Rasyid Sebut Alasan GSI yang Bisnis PCR Jadi Perusahaan Bukan Yayasan: Karena untuk Sustainability
Arsjad Rasyid (ist)

BRITO.ID, BERITA JAKARTA - Pencetus berdirinya PT Genomik Solidaritas Indonesia Arsjad Rasyid, mengakui bahwa GSI dibentuk sebagai PT adalah atas usul dirinya.

Arsjad mengungkapkan, saat rencana pendirian usaha pengadaan jasa tes PCR itu bergulir ada dua alternatif yang mengemuka, yakni apakah usaha tersebut akan berbentuk yayasan atau perseroan terbatas (PT).

Lantas, ia mengusulkan perusahaan yang bergerak di bisnis penyedia tes PCR dan antigen itu sebagai PT.

Pertimbangannya yakni soal keberlanjutan usaha tersebut dan apabila berbentuk yayasan, menurutnya hanya akan fokus untuk menangani Covid-19 saja.

"Karena untuk sustainability. Nah, actually saya pushing buat kewirausahaan khususnya kewirausahaan sosial. Seperti yang ada di AS, UK, Singapura. Jadi social enterprise," kata Arsjad dalam sesi wawancara secara virtual bersama KG Media, Minggu (7/11/2021).

"Saya bilang kalau boleh, kita PT saja ya. Tapi kita buat karakteristiknya PT sosial supaya kita bisa berikan percontohan juga nanti untuk entitas sosial," ujarnya.

Artinya, kata Arsjad, perusahaan itu memiliki aktivitas dan misi sosial tertentu, tetapi memiliki pengaruh secara sosial dengan dikelola secara perusahaan.

Arsjad menjelaskan, pada awal pandemi Covid-19 di Indonesia dirinya dan rekan-rekannya sempat mengalami lamanya menunggu hasil tes RT PCR.

Dia menyebutkan, saat itu menunggu hasil tes PCR bisa sampai 10 hari.

Dia pun sempat berkomunikasi dengan Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19 saat itu, Doni Monardo, untuk membahas perihal tes Covid-19 di Indonesia.

"Waktu itu saya diskusi sama Pak Doni. Salah satu yang jadi masalah di Indonesia saat itu adalah testing PCR. Kita dulu masih sedikit sekali. Pada saat itu hanya 10.000 untuk seluruh Indonesia," ungkapnya.

Pembicaraan saat itu pun berlanjut dengan kesepakatan untuk membantu menyediakan jasa tes PCR di Indonesia.

Arsjad menuturkan, saat itu dia sempat pula bertemu dengan profesor dari Oxford yang sedang berkunjung ke Indonesia.

Dari pertemuan itu, pihaknya mendapatkan penjelasan mengenai pandemi Covid-19 dan tes PCR.

"Lalu kami cek siapa saja yang punya teknologi PCR waktu itu, ada China, AS, Eropa dan lain-lain. Kita akhirnya mencari akses untuk mencari mesin itu (PCR)," kata Arsjad.

"Kita lalu mikir ini suatu yang akan diberikan. Tapi mau diberikan ke mana? Apa Kemenkes atau mana. kami mikir waktu itu kalau kita beli sesuatu lalu diberikan, biasanya suka saja hilang, atau tidak jalan lagi atau bagaimana," ujar dia.

Sehingga, saat itu pihaknya berpikir jika penyediaan jasa tes PCR dilakukan mereka sendiri saja.

"Tapi waktu itu mikirnya for social things," kata Arsjad

Sebagaimana diketahui, keberadaan PT GSI mendapat sorotan publik karena dua menteri Kabinet Indonesia Maju dikaitkan dengan kepemilikan bisnis tes PCR, yakni Luhut dan Erick Thohir.

Keduanya dikaitkan dengan kepemilikan saham di PT GSI, salah satu pemain besar dalam penyediaan tes PCR dan antigen.

GSI merupakan perusahaan baru yang didirikan tak lama setelah pandemi Covid-19 merebak pada 2020.

Sejumlah pengusaha besar ikut patungan untuk membuat PT GSI. Bisnis utama dari PT GSI yakni menyediakan tes PCR dan swab antigen

Sumber: KOMPAS.TV
Editor: Ari