Benarkah Varian Omicron Jadi Tanda COVID-19 'Endgame'?

Negara di Eropa kini mulai melonggarkan aturan mereka, termasuk tak lagi mewajibkan penggunaan masker meski kasus COVID-19 masih melonjak. Tingkat vaksinasi yang tinggi melatarbelakangi keputusan negara-negara Eropa melonggarkan aturan COVID-19 mereka.

Benarkah Varian Omicron Jadi Tanda COVID-19 'Endgame'?
Ilustrasi. (Istimewa)

BRITO.ID, BERITA JAKARTA - Negara di Eropa kini mulai melonggarkan aturan mereka, termasuk tak lagi mewajibkan penggunaan masker meski kasus COVID-19 masih melonjak. Tingkat vaksinasi yang tinggi melatarbelakangi keputusan negara-negara Eropa melonggarkan aturan COVID-19 mereka.

Namun, dengan masih banyaknya hal yang tidak diketahui soal varian Omicron ini membuat para peneliti memperingatkan bahaya yang bisa timbul, terlebih jika terjadi ledakan kasus.

Jumlah infeksi Omicron dapat berlipat ganda dalam waktu kurang dari dua hari, yang secara signifikan lebih cepat daripada varian sebelumnya.

"Sangat berbahaya untuk berasumsi Omicron akan menjadi varian terakhir atau kita berada di masa 'endgame'" jelas bos WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dikutip dari Insider, Minggu (6/1/2022).

Jadi, kapan COVID-19 berakhir?

Graham Medley, pakar penyakit menular di London School of Hygiene & Tropical Medicine mengatakan Omicron tak akan menjadi varian terakhir. Akan muncul varian lain dengan karakteristik baru.

"Omicron bukan menjadi varian terakhir," kata Medley dikutip dari Nature.

Mengingat bahwa virus itu tidak mungkin hilang sepenuhnya, COVID-19 disebut akan menjadi penyakit endemik.

COVID-19 diperkirakan benar-benar menjadi endemik hanya ketika sebagian besar orang dewasa terlindungi dari infeksi parah dan adanya kekebalan alami.

"Memang benar bahwa kita akan hidup dengan COVID di masa mendatang dan bahwa kita perlu belajar mengelolanya melalui sistem yang berkelanjutan dan terintegrasi untuk penyakit pernapasan akut, yang akan menyediakan platform untuk kesiapsiagaan pandemi di masa depan," kata Tedros.

"Tetapi belajar untuk hidup dengan COVID tidak berarti bahwa kita menerima hampir 50.000 kematian seminggu dari penyakit yang dapat dicegah dan diobati," tegas Tedros.

Sumber: detikHealth

Editor: Ari