Seru! Emak-emak di Pudak Lomba Goyang Kursi Hingga Patah

BRITO.ID, BERITA MUAROJAMBI - Selayaknya peringatan 17 Agustusan di setiap daerah diisi dengan ragam perlombaan. Mulai dari lomba makan kerupuk hingga panjat pinang.
Demikian halnya di Desa Pudak Kecamatan Kumpeh Ulu Muarojambi. Namun yang menarik dalam peringatan 17 Agustusan tahun ini, warga di sana melaksanakan lomba goyang kursi.
Lomba goyang kursi ini diikuti oleh para emak-emak. Mulai dari yang bertubuh kurus hingga tambun sekalipun ikut berpartisipasi. Lomba ini diikuti 12 orang emak-emak.
Peraturannya mereka mengelilingi kursi sambil bergoyang dengan diiringi musik. Goyangan emak-emak ini saja sudah mengocok perut penonton dengan tingkah polah mereka bergoyang melepaskan kepenatan dari beban keseharian mereka menjalankan rutinitas.
Lenggak-lenggok pinggul yang tak beraturan terkadang membuat penonton menutup mulut menahan tawa.
Saat iringan musik berhenti, mereka yang berkeliling sambil bergoyang berebutan menduduki kursi. Yang tak kebagian kursi dinyatakan gugur dan terhenti ikut perlombaan.
Yang menarik, saat mereka berebut duduk di kursi, karena bobot salah satu emak-emak yang tambun kursi yang mereka rebut untuk diduduki jadi patah.
Tak ayal sorak tawa penonton membuncah di lapangan bola kaki desa Pudak yang jadi lokasi perlombaan.
"Lucu nengok ayuk tuh jatuh gara-gara kursinya patah waktu berebutan duduk," kata Marnelly warga setempat Minggu (18/8/19).
Dalam perlombaan tersebut, peserta terakhir yang bertahan duduk di kursi dinyatakan sebagai pemenang dan berhak mendapat hadiah berupa satu buah kasur santai.
"Hadiahnya memang tidak seberapa tapi di sini kita mencari keseruan. Selain memperingati dirgahayu RI ke 74 kita juga bisa menghilangkan kepenatan dan beban sehari-hari," kata Ulil Amri, Ketua Penyelenggara lomba peringatan 17 Agustus di RT 03 Desa Pudak.
Selesai lomba goyang kursi, perlombaan lainnya mulai digelar hingga ditutup dengan perlombaan panjat pinang. Di desa ini setiap tahunnya selalu menampilkan perlombaan baru dan unik yang menyesuaikan dengan musim.
Beberapa tahun lalu, saat peringatan 17 Agustusan yang bertepatan musim air sungai anak batanghari di desa itu tengah naik, mereka menggelar lomba perahu. Perahu yang digunakan bukan yang terbuat dari papan melainkan dari drum plastik yang dibelah menjadi dua bagian yang dikayuh menggunakan telapak tangan.
"Tahun ini perlombaan tersebut tidak bisa digelar karena debit air sungai sedang sangat surut," kata Surali salah seorang tokoh pemuda desa tersebut. (RED)
Kontributor : Romi R